Muncul Ulama Penguasa untuk Pompa Moral Tentara & Polisi Mesir yang Mulai Goyah
KAIRO (SALAM-ONLINE): Militer Mesir menampilkan sederetan ulama penguasa, ulama palsu, yang siap mendukung propaganda untuk meyakinkan polisi dan tentara bahwa mereka memiliki landasan agama serta menjalankan tugas suci dari agama sehingga dibolehkan menggunakan kekuatan mematikan untuk menghadapi rakyat pro Mursi.
New York Times, Senin (26/8/2013) melansir, usaha ini adalah sinyal yang menunjukkan para Jenderal mulai khawatir goyahnya moral tentara setelah kejadian pembantaian ribuan pendukung mantan Presiden Mursi dimana dunia mengutuk mereka dan menganggap tindakan biadab seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.
Penggunaan dalil agama dirasa perlu untuk melegitimasi pembunuhan yang telah terjadi dan mungkin masih perlu dilakukan lagi. Hal ini menjadi tolok ukur baru mengenai kesungguhan tekad rezim militer dalam memberangus kekuatan rakyat pendukung Mursi.
Setelah sebelumnya melakukan kudeta dengan mengatasnamakan rakyat, kini militer juga menggunakan argument-argumen agama yang kedengaran jadi mirip seperti kelompok radikal yang menganggap lawan politik mereka sebagai orang kafir.
“Ketika seseorang datang mencoba untuk memecah belah, maka bunuhlah mereka, siapapun mereka,” kata Ali Gomaa, mantan mufti yang ditunjuk pada masa pemerintahan diktator Hosni Laa Mubarak, nampak memberi ceramah kepada para tentara.
“Walaupun darah itu kehormatan dan suci, namun Nabi kita telah mengizinkan kita untuk memeranginya,” kata Gooma dalam video yang dibuat oleh Departemen Pembinaan Mental dan Moral Militer Mesir.
Pihak yang “boleh diperangi” itu ditujukan kepada lawan politik rezim militer—secara implisit maksudnya adalah Ikhwanul Muslimin—yang dipersamakan oleh Dr Gooma sebagai kelompok sempalan khawarij yang dulu diperangi Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, sehingga kini mereka pun dibolehkan untuk dibunuh.
Santer dikabarkan bahwa telah beredar video ceramah Dr Gomaa dengan komentar-komentarnya terhadap adegan video bentrokan berdarah antara Ikhwan dan massa rakyat pendukung Mursi dengan militer.
Dalam video yang isinya sama, Salem Abdel Galil, mantan ulama senior dalam kerohanian militer pada masa pemerintahan diktator Laa Mubarak, mengatakan bahwa lawan mereka adalah “para penyerang yang menghina Allah dan mereka bukanlah warga Mesir yang terhormat.”
“Jika mereka terus melakukan demikian maka tidak bisa diterima oleh agama maupun logika,” kata Dr Abdel Galil seraya menambahkan “Kalau perlu menggunakan senjata” dan “Untuk melawan kelompok seperti itu memang merupakan tugas dari angkatan bersenjata.”
“Hati kita tidak ragu untuk melakukan hal seperti itu,” begitu status di Facebook Dr Abdel Galil.
Sementara Amr Khaled, seorang juru dakwah yang populer dengan sebutan “Muslim Muda”, mengatakan dalam video ceramah yang dibuat militer, “Anda mentaati komandan untuk melaksanakan tugas yang luhur? Maka kalian telah melaksanakan kewajiban militer Mesir, kalian itu sedang melaksanakan tugas dari Allah yang Maha Kuasa.”
Ditanya perihal serangkaian pertanyaan tentang ceramah di email, Kolonel Ahmad Ali, juru bicara militer, menjawab bahwa militer secara rutin mengadaan “pertemuan budaya” membahas berbagai topik, termasuk topik agama. “Dan Dr Gomaa adalah salah satu ulama yang hadir untuk memberikan ceramah kepada para perwira,” kata Ahmad Ali.
Masih belum jelas ketika militer membuat film ceramah yang diedarkan itu. Bagian dari rekaman tersebut diunggah ke dunia maya akhir pekan lalu pada saat Letnan Jenderal Abdul-Fattah As-Sisi muncul untuk menunjukkan kekuatan barunya dalam kekuasaan.
Pada Ahad sebelumnya, digelar pengadilan untuk mengadili pimpinan Ikhwanul Muslimin yang ditahan dalam kerusuhan. Dalam pengadilan lain juga diadili mantan diktator Laa Mubarak, yang dibebaskan minggu lalu dari penjara, dengan tuduhan membunuh para demonstran.
Pengacara Laa Mubarak menggunakan alasan yang sama bahwa Laa Mubarak pada waktu itu juga menghadapi situasi yang sama, yaitu mendapat ancaman kekerasan dari kaum “radikal” sebagaimana Jenderal As-Sisi saat ini, sehingga terpaksa menggunakan kekerasan.
Para pengamat politik mengatakan kekhawatiran atas melemahnya moral tentara ini bisa dipahami sebab mental polisi dan tentara disetting berdasarkan ratusan bahkan ribuan conscript yang dibuat di bawah mandat rezim militer.
Lebih dari 4.000 demonstran terbunuh dan banyak juga keponakan dan kerabat polisi yang ternyata bergabung dalam kubu pro Mursi sehingga ikut menjadi korban.
“Nampak ada kekhawatiran munculnya ketidakpatuhan para polisi dan tentara”, seperti dikatakan dalam video ceramah Emad Shahin, seorang ahli politik dari American University di Kairo yang mengatakan, “Kini kita memasuki perang fatwa.”
Pemerintah interim yang tidak sah ini, dia tambahkan, “Sedang melakukan segala daya upaya menggunakan segala senjata yang ada pada tangan mereka, termasuk fatwa-fatwa agama, untuk menggambarkan lawan politik mereka sebagai setan dan melegitimasi pembunuhan terhadap lawan politik mereka.”
Profesor Shahin mengutip kembali pernyataan yang dilakukan Presiden diktator pertama Mesir, yaitu Gamal Abdul Nasser ketika menangkapi pengikut Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950. Saat itu rezim Nasser menyebarkan pamflet berjudul “Ikhwanu Syaithon (kawan setan)”.
Pendukung Mursi mengatakan bahwa Jenderal As-Sisi adalah agresor yang memecah belah Mesir dan mengkhianati legitimasi rakyat atas Presiden yeng terpilih melalui pemilu demokratis.
Muhammad Umar, salah satu ulama Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa tuduhan dengan menggunakan dalil agama dan pengkafiran tak ada tempat dalam krisis Mesir. Ia menegaskan, ini adalah masalah ketidaksepahaman politik dan bukan masalah akidah—walaupun saat tank militer menggilas istana presiden.
“Tak ada orang yang mengatakan atas nama agama memiliki hak mengkafirkan salah satu faksi yang bertikai di Mesir,” katanya, “menafikan pihak lain adalah sikap yang tidak terpuji.”
Statemen ini muncul setelah ramai dibicarakan di web yang berafiliasi pada Ikhwanul Muslimin mengenai bocoran informasi bahwa ada sekelompok tentara dan polisi mulai turun moralnya dan bersimpati dengan massa Ikhwanul Muslimin. Belum jelas siapa yang mengunggah informasi tersebut.
In one of the segments, Dr Abdel Galil is seen addressing the subject of the military takeover directly: “Mereka mengatakan kudeta? Kudeta apa? Ini adalah kehendak rakyat.” Ia muncul untuk menyeru lawan kelompok Islamist untuk “preachers of strife” dan agar mengatakan bahwa “Mereka adalah kriminal, agresor, dan negara perlu melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghentikan mereka,” katanya pada komen sebuah video yang diedit dan didistorsi.
Dr Khaled muncul untuk meyakinkan tentara dan polisi, “Jangan biarkan siapapun mempertanyakan akidah Anda.” Ia menambahkan, “Pada hari dimana kalian mengenakan seragam dan sepatu lars dan kalian melakukan hormat, dan berdiri pada garis pertahanan—hakikatnya kalian bukan sedang melaksanakan tugas komandan, melainkan sedang melaksanakan tugas dari Allah.”
Dr Ali Gomaa, mantan mufti diktator Laa Mubarak muncul dalam 30 menit wawancara di televisi. Ia menyerukan agar para tentara dan polisi “tetap menjaga semangat”. Dia mengatakan bahwa semangat ini bukan ditujukan untuk melegitimasi pembunuhan para pendukung Mursi melainkan untuk memerangi apa yang disebut sebagai “kekuatan bersenjata yang melawan pemerintah”.
Ali Gomaa bersikeras dan dengan tebal mukanya mengatakan di televisi bahwa pendukung Mursi-lah yang pada pagi hari pertama kali menyerang polisi, sehingga tentara terpaksa menggunakan senjata baru pada jam 1 siang.
“Ketika seseorang hendak memberontak dengan senjata melawan militer, maka disebut situasi seperti apa itu?” kata Dr Gomaa. Lantas ia mengatakan, “Bunuh mereka! Di sini saya katakan lagi, bunuh mereka! Mereka yang memberontak dan menentang militer Mesir atau polisi, dibolehkan dibunuh berdasarkan syari’at!” (Abu Akmal/salam-online)