KLATEN (SALAM-ONLINE): Kurang lebih 4 tahun sudah Jemaat Bethany melakukan peribadatan di rumah bekas Sekolah Tekstil di Kecamatan Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Rumah itu disewa oleh Pendeta Arif dan Herry, dan digunakan sebagai tempat peribadatan rutin. Bahkan warga di sekitar Desa Kedungan, Pedan, mengiranya sebagai gereja.
Namun pihak Bethany sendiri menolak disebut gereja. Jemaat Bethany lebih suka menyebutnya sebagai Persekutuan. Tempat yang dijadikan peribadatan rutin dan layaknya gereja ini jelas melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri.
Pengurus Jemaat Bethany tak memiliki izin, itu sudah jelas, sebagaimana tertuang dalam SKB 2 Menteri tentang persyaratan menjadikan suatu tempat untuk peribadatan rutin.
Dalam pertemuan di pendopo Kecamatan Pedan, Rabu (23/10), dihadiri oleh Plt Camat, Kliwon Yoso, Kapolsek Pedan AKP Kamiran, Sarjiyo dari Koramil, Harno S dari FKUB, Bony Azwar dari Majelis Mujahidin, Musidi dari Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Arif dari GBI dan Herry dari Bethany disepakati bahwa semua warga negara harus menjaga ketertiban dan meminta pihak Persekutuan Bethany menghentikan aktivitasnya di tempat tersebut.
Maka, Senin (28/10), Kliwon Yoso selaku Sekretaris Camat sekaligus menjabat sebagai Plt Camat Pedan menghentikan kegiatan Jemaat Bethany di rumah yang tak memiliki izin peribadatan itu. Ini dilakukan lantaran Jemaat Bethany selama ini telah melanggar SKB 2 Mentri tentang pendirian/penggunaan tempat ibadah.
Sementara itu Musidi dari JAT mendukung langkah Majelis Mujahidin Klaten yang telah melakukan pendekatan persuasif dan dialogis dalam menyelesaikan kasus rumah ibadah Jemaat Bethany itu. JAT juga mendukung upaya Plt Camat Pedan untuk menghentikan kegiatan Persekutuan Bethany dalam rangka menegakkan aturan SKB 2 Mentri, di samping menjaga ketenangan dan kondisivitas warga Pedan khususnya.
Demikian rilis yang disampaikan oleh Musidi, dari Sariyah Hisbah Divisi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar JAT Jawa Tengah, yang diterima redaksi salam-online, Ahad (27/10).