JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Ketua MPR Melanie Leimena Suharli menegaskan, alasan para petinggi Polri untuk meminta para polisi wanita (Polwan) melepas jilbabnya dengan menunda pemakaiannya adalah mengada-ada. Langkah tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Ini sangat bertentangan dengan prinsip HAM sesuai yang tertuang dalam UUD 1945. Kami sangat menyesalkan penundaan penggunaan jilbab Polwan ini,” ujar Melanie Leimena Suharli dalam keterangan pers seperti dilansir Tribunnnews.com, Kamis (12/12/2013).
Kapolri seharusnya tetap dengan kebijakan pertamanya yang telah mendapat apresiasi publik, dan bukan berbalik melarang dan menunda sampai waktu yang tidak jelas. Adanya pertentangan soal seragam Polwan di internal Polri sehingga menjadi alasan penundaan pembolehan jilbab juga dinilai sebagai alasan yang tidak mendasar.
Sejumlah fraksi di DPR menyesalkan hal tersebut karena bertentangan dengan prinsip HAM yang dijamin dalam konstitusi. Dengan berjilbab, lanjut Melanie, kinerja Polwan akan semakin meningkat karena terlihat lebih santun dan humanis di mata masyarakat.
“Kinerja mereka justru meningkat dan tidak akan terganggu dengan pemakaian jilbab tersebut,” imbuhnya.
Para petinggi Polri seharusnya segera bergerak cepat membuat surat keputusan untuk menggolkan kebijakan tersebut. Apalagi, semua fraksi di DPR sudah bulat mendukung hal tersebut. Sebagai wujud dukungan atas kebijakan tersebut, DPR siap mendorong untuk memasukkan anggaran jilbab dalam APBN-P 2014.
“Saya mengapresiasi langkah sejumlah Polwan yang membeli jilbab dari anggaran sendiri. Tinggal disesuaikan saja nanti warna dan bentuknya. Polri harus secepatnya mengeluarkan SK terkait jilbab,” pungkasnya. (tribunnews)
salam-online