Wanita Gaza Ini ‘Menyulap’ Gudangnya Jadi Tempat ‘Mencetak’ Penghafal Al-Qur’an
GAZA CITY (SALAM-ONLINE): Hajjah Suad Ali Yusuf adalah seorang wanita berusia 56 tahun, memiliki 11 anak, yang sejak berumur 40 tahun sudah menjadi Hafidzah (wanita penghafal Qur’an). Begitu pula sebagian anak-anaknya, juga penghafal Qur’an.
Suad Ali Yusuf, bisa dibilang sebagai perempuan beruntung. Sehari-harinya ia adalah seorang ibu rumah tangga dan aktif di majelis-majelis taklim di masjid khusus wanita di Gaza City. Selain itu, Suad Ali juga rutin mengunjungi kerabatnya yang sedang menderita sakit.
Suad Ali memiliki keinginan agar anak-anak Gaza menjadi penghafal Al-Qur’an. Keinginan tersebut diwujudkannya dengan memanfaatkan gudang di lantai dasar rumahnya sebagai tempat menghafal Al-Qur’an bagi anak-anak usia dini khusus wanita.
Inisiatifnya itu pun berbuah. Sejak 2004, ‘markaz’ Tahfidznya sudah mencetak penghafal Al-Qur’an yang tak terhitung jumlahnya. Tekadnya agar anak-anak sejak usia dini sudah dapat menghafal Al-Qur’an, mencintai dan memiliki jiwa serta akhlak Al-Qur’an, telah ‘memproduksi’ banyak pejuang Palestina. Generasi yang senantiasa memperjuangkan dan mempertahankan tanah Palestina dari jajahan ‘Israel’.
Semangat Suad yang tak pernah surut, meski harus mengeluarkan uang pribadi untuk memberikan hadiah kepada anak-anak seperti buku tulis dan cokelat, tak lain dan tak bukan, adalah untuk memotivasi anak-anak dalam meghafal Al-Qur’an.
Seiring berjalannya waktu, jumlah anak-anak perempuan yang semula 20 orang, bertambah menjadi 45 anak, yang mendatangi tempatnya untuk belajar menghafal Al-Qur’an. Dengan meningkatnya peserta didik, Suad pun mencari seorang guru untuk membantunya memonitor anak-anak dalam menghafal Al-Qur’an. Guru penghafal Al-Qur’an itu diberi kafalah (imbalan) secukupnya dengan menggunakan uang pribadi Suad sendiri.
Jumlah anak-anak peserta penghafal Al-Qur’an terus bertambah, menjadi 50 anak lebih. Ia mulai kewalahan. Ruang gudang lantai dasar yang ia sulap menjadi tempat tahfidz Qur’an itu dipadati oleh anak-anak perempuan yang berbondong-bondong menjadi peserta didiknya. Mau tak mau, Suad harus menambah lagi seorang guru penghafal Al-Qur’an.
Karena kendala dana, maka Suad Ali minta bantuan kepada salah satu LSM lokal di Gaza untuk memberikan kafalah kepada dua pengajar. Namun, itu hanya dapat berjalan kurang dari setahun. LSM itu berhenti memberikan kafalah, lantaran sudah tak punya dana.
Hampir setiap hari, anak-anak perempuan berduyun-duyun mendatangi ‘markaz’ Tahfidz Qur’annya Suad. Di pagi hari, sebelum berangkat sekolah, anak-anak menyempatkan diri untuk ‘menyetorkan’ hafalan Qur’an mereka kepada Hajjah Suad.
Anak-anak yang aktif menghafal Al-Qur’an dimulai dari usia 5 tahun hingga remaja 20 tahun, semuanya wanita. Namun kemudian bertambah lagi, tak hanya anak-anak dan remaja. Kaum ibu pun membentuk halaqoh, kelompok khusus para ibu, di sore hari, ‘menyetorkan’ hafalan Qur’an mereka.
Begitulah aktivitas Hajjah Suad sehari-harinya. “Saya sering melihat pemandangan hilir mudik anak-anak di ‘markaz’ Tahfidz tersebut,” ujar Abdillah Onim, WNI pertama yang menikah dengan Muslimah Gaza pada tahun 2011 lalu dengan mempersunting putri Hajjah Suad yang juga seorang Hafidzah (penghafal Al-Qur’an). Allahu Akbar.
Hajah Suad menyampaikan persoalan yang ia hadapi agar dicarikan LSM atau donatur yang dapat mendanai kafalah (gaji) bagi para pengajar.
“Ikhtiar dan usaha saya lakukan dengan memberitahukan info tersebut kepada sahabat saya. Alhamdulillah, seorang pemilik salah satu rumah sakit di Pekanbaru, Riau, bersedia membiayai untuk membayar kafalah para pengajar, membelikan Al-Qur’an dan merenovasi WC di ‘markaz’ Tahfidz tersebut,” ungkap Abdillah Onim dalam rilis yang diterima salam-online, pada 30 Maret 2014 lalu.
Menurut Onim, kini dana yang mengalir dari donatur asal Riau itu sudah berjalan sekitar 2 tahun. Tak hanya mengeluarkan biaya rutin untuk menggaji para pengajar, sang donatur ini pun sering memberikan hadiah bagi anak-anak peserta penghafal Al-Qur’an.
Tujuannya, selain memberi motivasi, juga untuk membantu keperluan mereka, lantaran mayoritas anak-anak yang rutin menghafal Al-Qur’an di lembaga Tahfidznya Hajjah Suad adalah dari keluarga yang kurang mampu. “Mulai dari orang tua mereka yang pekerja kuli bangunan hingga tak bekerja, bahkan ada orang tua mereka yang cacat,” kata Abdillah Onim di Gaza, Palestina. (salam-online)