BALIKPAPAN (SALAM-ONLINE): Menanggapi tingginya gelombang imigran Syiah dari Afghanistan, Ketua Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Balikpapan, Kalimantan Timur, H. Syukri Wahid menyatakan posisi politik pemerintah Indonesia begitu lemah di mata asing. Hal itu terlihat dengan begitu mudahnya wilayah Indonesia dimasuki orang tanpa identitas.
“Negara kita ini jadi sasaran empuk karena tidak jelasnya peraturan. Menjadi sasaran empuk para imigran. Siapa yang bisa menduga ke depankita punya bahaya laten, bermacam-macam pemikiran orang dan budaya orang masuk (ke Indonesia, red),“ ujar H. Syukri Wahid di kediamannya di Komplek Sepinggan Pratama, saat ditemui anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Fajar Shadiq, baru-baru ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, imigran Syiah di Balikpapan telah membanjiri Kota Minyak itu sejak diresmikannya Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Lamaru pada Oktober lalu. Berbekal sertifikat pengungsi dari UNHCR, para imigran syiah itu bisa tinggal di Indonesia tanpa batas waktu yang jelas.
“Saya sudah sampaikan juga problemnya, agar UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian harus segera direvisi! Supaya imigrasi punya power dan politik luar negeri juga ditingkatkan, berkaitan dengan masalah antara konsensus internasional dan kebijakan luar negeri,” tambahnya.
Ia menyesalkan kenapa Indonesia tidak bisa seperti Malaysia yang sangat keras terhadap pencari suaka. “Tony Abbott (PM Australia, red) aja bisa keras kenapa kita tidak bisa?” Tantang Syukri.
Syukri juga menyarankan agar pihak terkait jangan membuat para imigran Syiah itu nyaman tinggal di Indonesia. Ada kabar tersiar bahwa para imigran itu selain diberi fasilitas mewah di Rudenim, mereka juga pernah dikasih uang saku sebesar 150 dolar AS. Menurutnya, hal itu sangat mengecewakan semua pihak.
“Jadi saya berasumsi memang masalah ini sebagian ada di kami (pemerintah daerah, red), sebagian ada di pemerintah pusat. Masalah kebijakan politik. Apalagi mereka punya paham Syiah, itu yang kita khawatirkan,” pungkasnya. (Fajar Shadiq/JITU)
salam-online