JAKARTA (SALAM-ONLINE): Usulan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merekrut anggota TNI-Polri sebagai Satpol PP honorer dikritik, karena dinilai melecehkan profesionalisme aparatur negara itu sendiri.
“TNI dilatih, dididik dan dipersenjatai untuk bertempur menjaga dan melindungi NKRI, sementara tugas satpol PP dapat diserahkan kepada masyarakat yang tak perlu membutuhkan pelatihan berat dan keras,” tegas anggota Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB. Hasanuddin dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (18/4) pagi.
Dari struktur organisasinya pun, menurut kang TB, begitu ia disapa, sangat tidak mungkin jika satuan TNI di bawah komando atau perintah walikota/gubernur.
“Ide Ahok sangat konyol, seharusnya dia memahami aturan perundang-undangannya,” ujar mantan Sekretaris Militer Presiden tersebut.
TB menekankan, penempatan TNI sebagai Satpol PP melanggar UU TNI nomor 34/2004, khususnya pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Setidaknya ada 14 item tentang OMSP, salah satunya adalah memberi bantuan kepada pemerintah tetapi harus dengan kebijakan dan keputusan politik negara.
“Artinya harus dengan persetujuan DPR,” terangnya lagi.
Ia menyarankan, sebaiknya Ahok merekrut mantan tamtama atau bintara untuk Satpol PP honorer. Paling tidak, TNI yang baru pensiun karena umur mereka masih 48 tahun, tapi dicampur dengan tenaga yang direkrut dari masyarakat sipil sebagai upaya mengurangi pengangguran, tandasnya.
Ahok dalam pernyataannya di Balaikota, Jakarta, Jumat (17/4) kemarin mengemukakan bahwa honorarium untuk penggunaan tenaga TNI/Polri sebagai Satpol PP honorer sudah tercantum dalam APBD 2015 yang telah disahkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Ahok, biaya yang dibutuhkan untuk membayar personil TNI/Polri untuk menjadi tenaga honorer di DKI Jakarta juga jauh lebih rendah dibandingkan upah yang harus diberikan untuk pekerja outsourcing dan Pegawai Negeri Sipil.
Sumber: RMOL.CO
salam-online