Terdakwa Pengeboman Boston Divonis Mati

Dzokhar Tsarnaev divonis mati-jpeg.image
Dzokhar Tsarnaev divonis mati

SALAM-ONLINE: Dzhokhar Tsarnaev, terdakwa pengeboman Boston Maraton pada 2013 lalu, dijatuhi vonis hukuman mati dengan cara disuntik menggunakan zat mematikan.

Vonis tersebut diputuskan oleh dewan juri dalam pengadilan federal Amerika Serikat, pada Jumat (15/5) waktu setempat.

Tsarnaev tidak memperlihatkan emosi selama persidangan. Ketika vonis dibacakan, dia menundukkan kepalanya.

Ayah Tsarnaev, Anzor Tsarnaev, tidak menghadiri sidang dan berada di kawasan Dagestan, Rusia. Ketika wartawan kantor berita Associated Press (AP) menghubunginya dan memberikan kabar bahwa putranya dihukum mati, dia menutup telepon.

Sebanyak tiga orang tewas dan 260 lainnya cedera akibat ledakan dalam lomba maraton di Boston pada 2013.

Sebelum vonis dibacakan, tim pengacara Tsarnaev mengatakan kakak kandung klien mereka yang sebenarnya aktor intelektual dalam pengeboman di Boston. Tamerlan telah meninggal ditembak kepolisian sewaktu keduanya dalam pengejaran.

Tim pengacara juga menyoroti latar belakang kehidupan Tsarnaev bersaudara yang keras. Keduanya berasal dari keluarga etnik Chechnya dan pernah bermukim di Kyrgyzstan dan Dagestan di Rusia. Keluarga Tsarnaev pindah ke AS pada 2002 lalu.

Meski demikian, jaksa penuntut berargumen bahwa Dzhokhar Tsarnaev ialah sama pentingnya dengan Tamerlan Tsarnaev. Jaksa beralasan, saat dia berada di persembunyian, dia sempat menulis pesan berbunyi, ‘Hentikan pembunuhan terhadap kaum kami yang tidak berdosa, maka juga akan berhenti’.

Baca Juga

Dzokhar Tsarnaev dan Tamerlan Tsarnaev sempat menjadi buron selama beberapa hari setelah ledakan. Tamerlan kemudian ditembak mati dalam pengejaran.

Sebenarnya hukuman mati menggunakan suntikan berisi zat mematikan sudah tidak diberlakukan di sejumlah negara bagian di AS karena penurunan pasokan zat kimia khusus.

Penurunan pasokan itu disebabkan perusahaan pembuat obat dari Eropa yang menentang hukuman mati, menolak menjual zat mematikan.

Guna menyiasatinya, beberapa negara bagian memilih beberapa opsi. Tahun ini, anggota parlemen Negara Bagian Arkansas tengah memperkenalkan undang-undang yang memberi lampu hijau bagi penggunaan regu penembak dalam hukuman eksekusi mati.

Adapun parlemen Negara Bagian Oklahoma tengah mempertimbangkan membuat undang-undang yang mengesahkan penggunaan gas nitrogen saat mengeksekusi terpidana mati.

AS telah menembak, menyetrum, menggantung, dan menyuntik mati lebih dari 1.400 terpidana sejak 1976. Bahkan, saat ini masih ada 3.000 narapidana lain yang menunggu hukuman mati di sana.

Kondisi ini ditentang berbagai organisasi pelindung hak asasi manusia. (BBC Indonesia)

Baca Juga