TEGAL (SALAM-ONLINE): KH Dr Tengku Zulkarnaen selaku anggota tim perumus Komisi A untuk bidang Masail Asasiyyah Wathaniyyah pada Ijtima Ulama MUI di Tegal, Selasa (9/6), menuturkan beberapa poin terkait penetapan vonis kafir terhadap seseorang (Muslim).
Ia menuturkan sebelum menetapkan vonis kafir harus dilakukan terlebih dahulu semua ketentuan sebagai berikut, yakni:
- Harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas atas semua hal terkait dengan I’tiqad, perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran.
- Vonis kafir ditetapkan secara hati-hati sebagai langkah terakhir setelah upaya-upaya lainnya dilakukan, dengan maksud menjaga jangan sampai umat Islam lainnya terjatuh pada kekufuran serupa.
- Menghindari pengkafiran individu personal kecuali setelah tegaknya hujjah yang mu’tabarah.
- Vonis pengkafiran hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang berkompeten yang memahami syarat-syarat dan penghalang takfir.
“Setiap kesesatan yang ditetapkan setelah melalui prosedur penelitian dan fatwa yang ketat. Sudah pasti adalah sesat, namun tidak setiap kesesatan yang telah difatwakan otomatis adalah kekafiran dengan segala konsekuensi syar’inya,“ kata Tengku Zulkarnaen pada acara Ijtima Ulama MUI di Pondok Pesantren At-Tauhidiyah, Tegal, Selasa (9/6) lalu.
Tengku juga mengingatkan kepada kelompok yang mengkafirkan sesama Muslim, bahwa dosa besar yang dilakukan oleh seorang Muslim tidak otomatis menjadikannya kafir.
“Dalam paham akidah ahlussunnah wal jamaah, dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang meskipun dilakukan berulang-ulang tidak membatalkan syahadatnya sehingga tidak membuatnya menjadi kafir, selama dia tidak menghalalkan perbuatannya itu,“ ujarnya.
Ia menambahkan, untuk memutuskan suatu keyakinan, ucapan, dan perbuatan adalah kufur, merupakan kewenangan MUI Pusat dengan persyaratan dan prosedur yang ketat. (EZ/salamonline)