Ketua dan Sekretaris GIDI Tolikara Akui Bikin Surat Edaran Larangan Rayakan Lebaran, Termasuk Shalat Id

Papua-Tragedi Tolikara-4-jpeg.image
Surat larangan itu (kanan)

KARUBAGA (SALAM-ONLINE): Sekretaris Wilayah Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Wilayah Tolikara, Papua, Marthen Jingga, membenarkan surat edaran bertanggal 11 Juli 2015. Surat berkop GIDI ini lantas beredar di sejumlah media sosial paska penyerangan terhadap jamaah shalat Idul Fitri, Jumat, 17 Juli 2015. Marthen mengaku surat itu dibuat dan dikonsep olehnya bersama Ketua GIDI Wilayah Tolikara, Nayus Wenda.

Surat itu, menurut Marthen, ditujukan kepada seluruh umat Islam se-Kabupaten Tolikara dengan tembusan Bupati Tolikara Usman G. Wanimbo, Kepala Kepolisian Resor Tolikara Suroso, Ketua DPRD Tolikara, dan Komandan Komando Rayon Militer Tolikara. Seperti dilansir Tempo.co, surat larangan merayakan lebaran itu termasuk larangan beribadah (shalat Id).

“Tapi siapa yang menyebarkan dan bagaimana tersebarnya kami tidak tahu,” kata Marthen kepada Tempo di rumahnya, di Distrik Karubaga, Selasa (21/7).

Surat pemberitahuan yang dimaksud oleh Marthen itu berisikan tiga larangan, yang kutipan aslinya berbunyi: 1. Acara membuka lebaran tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di Wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga); 2. Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara (Wamena) atau Jayapura; 3. Dilarang kaum muslimat memakai pakaian jilbab.

Dalam surat pemberitahuan tersebut, GIDI Wilayah Tolikara juga selalu melarang agama lain dan gereja denominasi lain mendirikan tempat-tempat ibadah di Wilayah Kabupaten Tolikara. “Gereja Adven di distrik Paido kami sudah tutup dan umat Gereja Adven bergabung dengan GIDI,” demikian salah satu kutipan surat edaran yang diteken oleh Marthen dan Nayus.

Baca Juga

Ketua GIDI Tolikara, Nayus Wenda, membenarkan penjelasan Marthen. Namun, ia tidak menyangka dampak dari peredaran surat itu berujung pada penyerangan kepada umat Islam yang akhirnya memantik kerusuhan di wilayah berpenduduk 140 ribu jiwa itu. “Yang terjadi ini di luar dugaan kami. Tidak terpikir oleh kami akan terjadi masalah seperti ini,” kata Nayus di tempat yang sama.

Alasan Nayus, selama ini, umat Islam dan GIDI tidak bermasalah terkait dengan isi surat edaran tersebut. Ia mengklaim surat ini pun bukan atas permintaan GIDI pusat, tapi atas keputusan GIDI Wilayah Tolikara untuk mendukung keamanan kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Internasional yang berlangsung dari 13-19 Juli 2015 di Tolikara.

Menurut Nayus, surat edaran tersebut merupakan langkah antisipasi dari pihak gereja agar umat Islam di Kabupaten Tolikara mengetahui adanya kegiatan kerohanian GIDI yang bersifat internasional dengan mengundang 2.500 peserta, termasuk perwakilan dari lima negara, yakni Belanda, Amerika Serikat, Israel, Papua Nugini dan Palau (kepulauan kecil di Lautan Pasifik).

Penyerangan yang terjadi bertepatan dengan hari raya Idul Fitri itu berawal dari protes jemaat GIDI terhadap penyelenggaraan shalat Id di lapangan Markas Komando Rayon Militer, Distrik Karubaga, Tolikara. Lapangan tersebut berdekatan dengan permukiman warga, kios, Masjid Baitul Muttaqin dan gereja. Saat itu jemaat GIDI—jemaat Kristen mayoritas di Tolikara—tengah menyelenggarakan kebaktian kebangunan rohani.

Sumber: Tempo.co

Baca Juga