Turki Gelar Pameran Fotografi Penindasan terhadap Muslim Rohingya

Turki Gelar Pameran Fotografi Penindasan atas Muslim Rohingya-jpeg.imageISTANBUL (SALAM-ONLINE): Untuk meningkatkan kesadaran tentang penindasan yang dilakukan oleh rezim Myanmar terhadap Muslim Rohingya, pemerintah Turki menggelar pameran fotografi bersama forografer dari Amerika.

Greg Constantine, fotografer asal Amerika itu, menuangkan ide kreatifnya dengan memberikan wawasan kepada masyarakat luas melalui seni fotografi terhadap penderitaan Muslim Rohingya.

Ide kreatif Constantine adalah sebagai ungkapan kesedihan yang dirasakannya terhadap penindasan yang dilakukan oleh Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Untuk itu, Greg mendapatkan penghargaan yang diberikan secara resmi oleh pemerintah Turki.

“Di Burma (Myanmar), kondisi Muslim Rohingya yang tinggal di sana tampak seperti terpisahkan, mereka dibatasi hanya pada satu wilayah geografis. Mereka tidak bisa datang, mereka tidak bisa pergi, mereka menerima bantuan medis atau pendidikan yang sangat sedikit untuk anak-anak mereka,” ujar Greg Constantine kepada Anadolu Agency, Ahad (12/7).

Constantine telah melakukan kunjungan atas 12 daerah di Burma sebelum melakukan pameran yang berjudul Exile to Nowhere itu. Pameran tersebut menampilkan koleksi foto yang mencerminkan penderitaan dan penganiayaan yang dialami Muslim Rohingya di negara berpenduduk mayoritas Budha tersebut.

Constantine mengatakan ia membuat kunjungan pertamanya ke masyarakat Rohingya di negara bagian Rakhine Myanmar pada 2006, kemudian melakukan delapan perjalanan lagi.

Rakhine adalah rumah bagi sebagian besar masyarakat Rohingya. Sejak Juni 2012, Myanmar bergulat dengan kekerasan sektarian, menewaskan ratusan orang, dan lebih dari 140.000 Rohingya terkurung di kamp-kamp pengungsian internal di Rakhine.

Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 130.000 warga Rohingya juga meninggalkan negara itu melalui laut, menurut PBB.

“Saya sangat terkejut dengan keadaan warga Rohingya yang tinggal di sana, masyarakat internasional hanya menaruh sedikit perhatian kepada mereka,” tambah Constantine seperti dikutip Onislam.net, Selasa (14/7).

Gambar yang menghantui Constantine menunjukkan beberapa keluarga tinggal dalam gubuk bambu, anak berperut buncit yang kekurangan gizi berjalan di antara daerah kumuh, dan warga Rohingya berkumpul dalam kondisi miskin, berusaha bertahan hidup dengan susah payah.

Sebuah gambar menunjukkan tiga wanita Rohingya yang tertutup sedang menatap keluar dari kegelapan. Seolah-olah mata yang menderita tersebut menjangkau Anda.

Baca Juga

Sebagai seorang fotografer freelance, Constantine yang mengatakan ia membayar sebagian biaya melalui hibah, memiliki kebebasan untuk menghabiskan waktu yang lama dengan Muslim Rohingya.

“Saya sangat senang berbicara dengan orang. Dan saya selalu bertanya apakah mereka tidak keberatan jika saya mengambil gambar (agar tidak menyerang privasi mereka),” katanya.

Dia mengatakan tidak sulit membuat orang untuk berbicara dengan bantuan penerjemah. “Masyarakat Rohingya telah sangat tertindas dalam waktu lama sehingga mereka ingin cerita mereka diketahui luas,” tuturnya.

Constantine mengatakan bahwa kunjungannya berlangsung terutama selama 2 sampai 3 minggu, meskipun perjalanan terakhirnya, di November 2014, berlangsung hanya tiga hari.

“Ada demonstrasi besar oleh masyarakat Buddha Rakhine setempat,” kenangnya. “Ada beberapa ribu orang berdemonstrasi di jalan-jalan Sittwe (ibukota negara bagian Rakhine), semuanya memprotes keberadaan/eksistensi Rohingya.”

Tidak peduli seberapa kejam gambarnya dan sangat merangsang pemikiran, Constantine mengatakan ia tidak berada di Turki untuk menjual gambar-gambarnya. Bahkan beberapa fotonya harus dikatakan menggambarkan dengan indah dalam menangkap penderitaan Muslim Rohingya.

“Tujuan dari pameran ini tidak untuk merayakan fotografi, itu adalah tujuan terakhir dari semua ini. Fotografi sebenarnya digunakan sebagai cara untuk melibatkan orang-orang dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik (tentang Rohingya),” ujarnya.

“Saya fokus pada akar penyebab masalah dan itu adalah penindasan yang mereka hadapi di tanah air mereka, yaitu yaitu Burma.” (EZ/salam-online)

Sumber: Anadolu Agency dan Onislam.net

Baca Juga