JAKARTA (SALAM-ONLINE): Komite Umat (Komat) untuk Tolikara mengadukan peristiwa Tolikara ke Komnas HAM, Kamis (6/8). Komite yang dipimpin oleh Ustadz Bachtiar Nasir itu diterima oleh Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution.
Menurut Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Komite Umat untuk Tolikara Ustadz fadhlan Garamatan, tragedi Tolikara yang merupakan pelanggaran HAM berat itu harus ditindaklanjuti oleh Komnas HAM. Fadhlan menyatakan kesedihannya atas penyerangan yang dilakukan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) terhadap masyarakat Muslim Papua di Kabupaten Tolikara.
Bersama Komisi Umat untuk Tolikara, da’i asal Papua ini menyampaikan gugatan pada Kamis (6/8/2015) di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta, agar lembaga ini menindaklanjuti kasus Tolikara.
Penderitaan warga Muslim di Tolikara belumlah berhenti. Dia memaparkan bahwa sampai hari ini, masyarakat Muslim Tolikara masih merasakan keresahan dan trauma yang berat.
“Tolikara bagian dari NKRI, menjaga kesatuan bangsa Indonesia, masyarakat Tolikara khususnya sampai hari ini masih merasakan keresahan, karena sebelumnya masyarakat Tolikara tidak pernah mengalami kejadian demikian,” ujarnya.
Menurutnya, walaupun terjadi perbedaan agama tapi masyarakat Papua selalu mengedepankan kerukunan dan menghindari tindakan anarkis. Kejadian penyerangan dan pembakaran oleh GIDI ini meruakan kali pertamanya dalam sejarah kerukunan umat beragama di Papua, khususnya di Tolikara.
“Karena walaupun berbeda agama, dalam tatanan ibadah, Islam selalu menjaga kerukunan. Kalau bicara ibadah, tentu Katolik menjaga Protestan, dan sebaliknya,” kata Ustadz Fadhlan menjelaskan.
Perihal surat ancaman dan pelarangan ibadah terhadap umat Islam Tolikara yang dibuat GIDI, kata Ustadz Fadhlan, itu memang benar terjadi. Namun yang disayangkan, surat tersebut tidak disampaikan secara administratif. Ini yang menjadi titik perkara penyerangan GIDI pada 1 Syawal itu.
Ia menegaskan, surat larangan merayakan Hari Raya, termasuk shalat Id dan larangan berjilbab dari GIDI, jadi pemicu serangan terhadap umat Islam yang diikuti pembakaran kios, rumah dan masjid.
“Peristiwa Tolikara disebabkan oleh surat yang ditulis oleh GIDI. Surat itu disampaikan kepada pihak berwajib tidak secara administrasi, justru disimpan dan ditemukan aparat intelijen di dalam pos,” jelasnya.
Dia menjelaskan bahwa peristiwa penyerangan 1 Syawal adalah pelanggaran HAM berat dan mesti ditindaklanjuti oleh Komnas Ham. (EZ/salam-online)