Pembangunan Masjid Diprotes, Tokoh Gereja: ‘Aksi Itu tidak Mewakili Umat Kristen Manokwari’

Spanduk Larangan Pembangunan Masjid di Manokwari oleh Sekelompok Orang-1-jpeg.image
Spanduk larangan pembangunan Masjid di Kabupaten Manokwari yang mengatasnamakan umat Kristen itu akhirnya diturunkan

MANOKWARI (SALAM-ONLINE): Sekelompok massa, Kamis (17/9) siang menggelar aksi penolakan terhadap pembangunan masjid di Andai, di samping gedung Badan Diklat Provinsi Papua Barat di Kelurahan Andai, Distrik Manokwari Selatan.

Massa yang berjumlah kurang lebih 70 orang itu mendatangi lokasi pembangunan dan menyatakan keberatan atas pendirian rumah ibadah umat Islam di wilayah Andai itu.

Setelah menyampaikan protes kepada Haji Ape selaku penanggungjawab pembangunan masjid sekaligus pemilik tanah, mereka kemudian memasang selembar spanduk yang isinya meminta pembangunan masjid dihentikan.

“Ada beberapa yang mengaku pendeta tapi saya tidak mengenal mereka dan mereka tidak kenal saya juga. Makanya itu saya heran, karena saya ini banyak kenal dengan pendeta,“ ujar Ape seperti dikutip cahayapapua.com, Jumat (18/9).

Menurut Ape, sejak awal pihaknya sudah memberitahukan kepada kepala suku setempat terkait pendirian masjid. Izin pendirian dari Lurah Andai juga sudah dikantongi.

“Masjid ini kita bangun karena masjid di Kompi (Batalyon 752 di Arfai) nanti tidak bisa dipakai lagi karena di situ mau dibangun Kodam. Jadi kita bangun di sini supaya umat Islam di sekitar ini bisa beribadah,“ jelasnya.

Tokoh agama dari Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI) pendeta Tandi Randa yang langsung datang ke lokasi setelah mendengar adanya aksi massa itu menekankan pentingnya saling menghargai antar sesama umat beragama.

Dia mengimbau masyarakat khususnya umat Kristen dan Islam di kota Manokwari agar tidak terprovokasi dengan aksi sekelompok massa tersebut. Semua pihak harus menahan diri agar kejadian tersebut tidak melebar kepada konflik bernuansa agama.

“Kita perlu saling menghargai satu sama lain. Saya pikir yang paling aman adalah ketika pemimpin agama duduk bersama sebelum turun ke lapangan seperti ini. Kita mencegah supaya hal-hal (konflik SARA) seperti di Ambon, di Poso tidak terjadi di sini,“ harapnya.

Pengurus Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Manokwari ini menjamin aksi itu tidak mewakili suara umat Kristen di Manokwari.

Baca Juga

“Saya kira itu sesuatu yang tiba-tiba muncul, saya belum tahu persis jadi nanti kita akan bicara dalam FKUB dengan para tokoh agama sehingga bisa dapat informasi lebih jelas sehingga bisa disosialisasikan,“ ujar Tandi.

Frans Mansim, kepala suku sekaligus pemilik hak ulayat lokasi pendirian masjid juga mengaku tidak tahu siapa saja orang-orang yang ikut dalam kelompok massa tersebut.

“Saya sendiri juga tidak tahu ada begini (aksi massa). Saya dihubungi Haji Ape jadi saya datang,” ujar Frans yang membenarkan sejak awal pihaknya sudah diberitahukan soal pendirian masjid.

Kejadian ini rupanya menyebar begitu cepat sehingga mengundang banyak warga datang ke lokasi. Agar tidak memicu emosi massa, lewat negosiasi yang diprakarsai aparat keamanan, spanduk penolakan pendirian masjid akhirnya dicopot oleh Frans Mansim selaku kepala suku.

Puluhan anggota Polri juga tampak disiagakan di lokasi untuk mengantisipasi munculnya hal yang tidak diinginkan.

Secara terpisah, Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang (GMKI) Manokwari, John Mentansan bersama pengurus lainnyanya, Marlon Otfort Dirk, kemarin sore, bertandang ke redaksi Cahaya Papua. Marlon menyatakan GMKI Manokwari ikut dalam aksi tersebut.

“Kegiatan ini dilakukan sebagai ekspresi terhadap eksistensi umat Kristen di tanah Papua pada umumnya dan Kabupaten Manokwari pada khususnya sebagai kota Injil, sebagai bagian integral dari aset bangsa Indonesia yakni: berbeda-beda suku, ras dan agama yang harus dijaga dan dipelihara,” ucap Marlon mengutip pernyataan sikap yang awalnya tak berisi nama orang yang bertanggungjawab terhadap pernyataan tersebut.

“Aksi ini dilakukan bukan berarti kami membenci saudara/i kami yang beragama Islam, tapi kami ingin supaya ada penghargaan terhadap Manokwari sebagai pusat peradaban orang Papua dan pusat pekabaran Injil yang telah diakui oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia dengan kehadirannya dalam peresmian situs pekabaran Injil di Pulau Mansinam 24 Agustus 2014,” ujar mahasiswa ISTI Manokwari ini.

Sumber: cahayapapua.com

Baca Juga