JAKARTA (SALAM-ONLINE): Menanggapi permintaan Gereja Injili di Indonesia (GIdI) untuk membebaskan dua pelaku penyerangan Muslim di Tolikara, peneliti Indonesian Crime Analys Forum (ICAF) Musthofa B Nahrawardaya menyatakan bahwa justru otak dan para pelaku penyerangan itu harus ditangkap dulu.
“Kalau otak dan pelaku sudah ditangkap termasuk presiden GIdI, baru bebaskan dua orang itu, lah ini 100 orang belum ditangkap kok yang dua orang ini minta dibebaskan, abaikan saja,“ ujarnya saat menjadi pembicara dalam Dialog tentang Intoleransi di Tolikara di kawasan Blok M Jakarta, Jumat (11/9).
Mustofa menegaskan, seharusnya semua orang yang terekam dalam video penyerangan saat shalat Idul Fitri lalu itu ditangkap. Saat itu ada sekitar 200 orang pelaku penyerangan yang menyebabkan hancurnya kios, rumah dan satu-satunya masjid di Tolikara.
Saat ini baru dua tersangka yang telah diamankan oleh pihak kepolisian. Seharusnya, lanjut Mustofa, masih ada ratusan lainnya pelaku penyerangan yang ditangkap.
Menurutnya, jika tindakan GIdI sudah melampaui batas, maka Pemerintah wajib hukumnya membekukan GIdI di Indonesia agar tidak berkembang lagi.
“Karena GIdI sudah berani membuat ancaman yang telah melanggar asas-asas intoleransi maka pemerintah wajib bekukan GIDI, setelah dibekukan (organisasinya), rekeningnya pun harus dibekukan, “ tandas tokoh muda Muhammadiyah ini.
Ia menilai ada tiga poin penting terkait kasus penyerangan yang dilakukan GIdI terhadap Musim Tolikara, sehingga organisasi ini layak disebut sebagai organisasi teroris.
“Ada tiga poin kenapa GIdI layak disebut teroris, pertama mereka melakukan aksi menebar ketakutan, kedua GIdi adalah organisasi yang memiliki jaringan luas, dan ketiga ada yang mendanai,“ tegasnya. (EZ/salam-online)