Tahun Ajaran Baru, Lebih 60 Anak Palestina Justru tak Bisa Sekolah karena Diseret Penjajah Zionis ke Penjara
AL-QUDS (SALAM-ONLINE): Tahun ajaran baru di Al-Quds sudah dimulai. Di saat seharusnya disambut penuh suka cita, warga Al-Quds justru merasakan kegetiran dan kepedihan tak berujung karena politik represif penjajah Zionis. Bahkan anak-anak dan bocah di bawah umur pun harus mendapatkan hukuman massal dari penjajah zionis “Israel”.
Ketakutan akan keamanan mendorong penjajah melakukan segala bentuk kekerasan itu kepada warga Al-Quds. Imbas dari kekerasan dan kekangan itu sangat kuat dalam psikologi dan perilaku anak-anak.
Pasalnya, penjajah Zionis nekat menghalangi puluhan anak-anak Al-Quds masuk sekolah mereka tahun ini dengan cara menyeret dan menjebloskan ke dalam penjara atau ditahan di rumah mereka sebagai tahanan rumah. Anak-anak yang menjadi korban itu adalah mereka yang dituduh mengganggu keamanan penjajah.
Penjara atau Tempat Tinggal Paksa
Juru bicara keluarga tawanan atau anak-anak yang menjadi korban penangkapan dan penahanan Zionis, Amjad Abu Ashb mengungkapkan kepada Qpress seperti dikutip infopalestina.com, Senin (31/8/2015), bahwa “Israel” menghalangi 60 bocah Al-Quds untuk bersekolah tahun ini karena mereka diseret ke dalam penjara. Puluhan bocah lainnya dipaksa penjajah laknatullah itu tinggal di rumah tanpa boleh keluar atau mereka diseret tinggal di tempat lain. Dengan demikian, memasuki tahun ajaran baru ini, lebih 60 atau hampir 100 anak Palestina tak bisa bersekolah.
Sebut misalnya yang terjadi dengan Ahmad Azmi Bakri (17). Dia dipenjara pada saat mau masuk ke SMU hanya karena dituduh melempari rumah seorang warga Yahudi di desa Bethanina, Al-Quds bagian utara, dengan bom Molotov. Zionis mengklaim anak Palestina ini sudah didakwa setahun lalu dan telah dilakukan investigasi sebanyak 11 kali, namun polisi “Israel” saat ini melepaskannya karena tidak cukup bukti. Saat ini Ahmad ditangkap dan ditahan seperti biasa.
Hal sama dirasakan oleh bocah Palestina, Nasem Muhaisin (15), yang dipaksa “Israel” tinggal di tempat yang jauh dari rumahnya (tahanan rumah), yakni di rumah pamannya di desa Bethanina. Begitu pula dengan Mahmud Abu Sunainah, juga merasakan hal yang sama seperti Nasem, dipaksa tinggal di rumah.
Melanggar Hak Anak-anak
Tak sampai di situ, Zionis juga melanggar hak-hak anak sesuai yang ditetapkan oleh piagam hak anak yang ditandatangani oleh negara-negara anggota UNICEF (di bawah PBB) di pasal 28 terkait hak belajar bagi anak.
Pakar psikologi dari Bulan Sabit Merah Palestina Dalia Hallaq menegaskan, anak-anak yang ditangkap dan dipenjara serta diinterogasi bahkan dipenjara (penjara penjajah atau tahanan rumah), kejiwaan dan perilakunya berpengaruh besar dalam kehidupan secara umum.
Jika lama tidak masuk sekolah, kemudian akan kembali normal dalam jangka tertentu, kemungkinan akan sulit. Sebab selisih usia dengan anak-anak sekelasnya akan mempengaruhi kejiwaannya. “Mereka tidak akan konsen,” ujar Dalia.“Selain itu, akan muncul sifat yang berbeda dalam diri anak yang pernah ditahan ‘Israel’,” ungkapnya.
Sumber: infopalestina.com
Foto-foto: ilustrasi saat tentara penjajah Zonis menangkapi anak-anak Palestina