JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr Din Syamsuddin mengatakan, bangsa ini sedang dilanda arus budaya liberalisasi yang mengakibatkan banyaknya masalah.
“Kasus pencabulan anak, penistaan agama yang dilakukan pada sandal, ini merupakan arus liberalisasi yang tidak dapat dibendung,“ ujar Din kepada wartawan di kantor MUI Pusat, Kamis (15/10).
Din menambahkan terkait penistaan agama yang dilakukan dalam bentuk sandal tersebut diharapkan umat Islam tidak terpancing pada bentuk kekerasan.
“Kalau pelaku penistaan agama meminta maaf, maka kita sebagai umat Islam harus memaafkan. Kalau dia minta maaf karena keteledoran, tetapi kita juga imbau kepada pemerintah agar berhati-hati. Ini dapat jadikan pelajaran. Umat Islam terkait hal itu jangan terpancing. Yang terpenting tarik semua produk-produk itu, kalau perlu yang sudah membeli diganti rugi,“ tegasnya.
Akibat dari arus liberalisasi budaya, politik dan ekonomi, menurut Din, akan merusak moral yang dapat menjebak bangsa ini menuju kehancuran.
“Jika kita terjebak kepada arus liberalisasi dan tidak punya daya tahan ketika dibuka arusnya deras masuk sehingga kita tidak mampu menahan, maka jalan keluarnya harus ada upaya strategis dari Negara, yaitu mekanisme pertahanan diri,“ kata mantan Ketua Umum MUI itu.
Terkait kasus pencabulan anak yang cukup memprihatinkan bagi bangsa ini, Din minta pemerintah untuk menjadikannya sebagai introspeksi diri bagi semua pihak.
“Kasus pencabulan anak ini memprihatinkan. Saya menilai ini harus dijadikan bahan introspeksi bagi semua pihak, menunaikan tanggung jawabnya masing masing. Jika itu ada pasalnya sebagai pelanggaran hukum, maka jangan segan-segan tindak, ini kadang kadang penegakan hukumnya tidak konsekuen,“ sesalnya.
Din juga mengomentari masalah pernikahan sesama jenis sebagai dampak dari liberalisasi yang dapat merusak etika kehidupan bermasyarakat.
“Pernikahan sesama jenis merupakan dampak arus liberalisasi. Kalau kawin sejenis tidak menghasilkan anak, maka akan memotong mata rantai kehidupan. Ini sebagai pelanggaran hak asasi yang berat. Nanti akan ada berikutnya kawin sesama binatang,“ terangnya. (EZ/salam-online)