BOGOR (SALAM-ONLINE): Terkait larangan Asyuro Syiah yang dikeluarkan Pemkot Bogor pada 22 Oktober pekan lalu, dan kemudian mengundang polemik, pro-kontra dari berbagai kalangan, Wali Kota Bima Arya menegaskan posisinya sebagai kepala daerah yang harus memperhatikan dua hal.
“Pertama, saya wajib hukumnya untuk menjalankan amanah ini berdasarkan konstitusi dan peraturan yang berlaku. Kedua, saya wajib juga memperhatikan dinamika sosial, aspirasi dari tokoh-tokoh yang ada di daerah ini. Nah dalam melakukan kebijakan ini dua hal itu yang harus selalu diperhatikan,” kata Bima Arya saat menerima sejumlah awak media dan ormas Islam di Balai Kota Bogor, Senin (26/10) kemarin.
Ketika diputuskan, ujarnya, maka keputusan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang ada di atasnya. Terkait dengan legalisasi, ilegalisasi, dan sebagainya, kata Bima, acuannya adalah pada UU.
“Jadi, ini adalah suatu proses dialog yang akan terus berkembang. Saya pun mendapatkan banyak masukan beberapa hari ini terkait dengan polemik ini,” ungkapnya.
Dari situ Bima mengaku mendapatkan pelajaran dari kasus ini, yang menurutnya harus diselesaikan di republik ini. Bagaimana seharusnya, ujarnya, pemahaman kita tentang yang ilegal, yang legal, yang boleh dan yang tidak boleh. Itu menurutnya sesuatu yang belum selesai.
Di tengah hukum yang sebetulnya belum ada secara jelas, menurut Bima, ini adalah ikhtiar kepala daerah untuk memastikan langkah-langkahnya dalam mengeluarkan surat larangan Asyuro Syiah itu.
“Kalau istilah istilah saya, (langkah pelarangan) itu adalah untuk mencegah mudharat yang lebih besar, demi kepentingan yang lebih besar lagi, menyelamatkan seluruh warga jangan sampai ada konflik, jangan sampai ada trauma yang membekas,” tegasnya menjelaskan alasan yang mendasarinya mengeluarkan surat larangan itu. (mus/salam-online)