Ada yang Mau Revisi Peraturan Bersama Menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah, Ini Kata MUI

Yusnar Yusuf-3-jpeg.image
Dr HM Yusnar Yusuf

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ada kelompok yang ingin merevisi bahkan mau mencabut Peraturan Bersama Menteri (PBM) terkait pendirian rumah ibadah, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan itu tidak tepat, karena PBM tersebut sudah bagus. Justru mestinya PBM itu harus ditingkatkan menjadi Undang-Undang.

“Mereka kelompok yang tidak ingin merujuk kepada PBM mengatakan, katanya PBM tidak berdasarkan studi ilmiah, tidak layak. Ketika (mereka) mengatakan itu seakan-akan PBM tidak dibutuhkan di Indonesia,” ungkap Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama Dr HM Yusnar Yusuf kepada salam-online di Kantor MUI, Ahad (1/11).

Bahkan, kata Yusnar, mereka yang tidak suka dengan PBM itu salah satu alasannya karena tidak didasari kajian akademik.

“Kalau tidak didasari kajian akademik, lho kan yang menyusun PBM itu orang-orang pintar yang belajar akademik, Profesor, Doktor, dan lain sebagainya,” tutur Yusnar.

Yusnar menegaskan, MUI tidak akan mengusulkan agar PBM dicabut. Maka, jika itu kemudian dicabut oleh pemerintah sendiri, jelas merupakan pertanyaan besar.

Baca Juga

“PBM itu ditandatangani oleh majelis-majelis, yang mengetahuinya adalah dua Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, itu 4 bulan merumuskannya,” terangnya.

Ia mempersilakan jika Menteri Agama ingin melakukan upaya untuk merevisi PBM tersebut. Akan tetapi, ujarnya, MUI tidak mengusulkan untuk melakukan revisi.

“Isi PBM itu sudah bagus, apa yang mau direvisi. Intinya PMB sudah kuat, maka MUI mengusulkan itu untuk ditingkatkan menjadi UU supaya ada sanksi di situ. Kemudian kalau yang mengusulkannya di luar MUI, kita tanyakan saja masyarakat, siapa yang setuju itu dicabut. Jika dicabut kemudian kembali kepada UUD 1945 pada pasal 29 ya silakan saja,” tambah Yusnar.

Kalau tidak ada payung hukum, tandasnya, tidak ada perundang-undangan yang bisa mengatur 250 juta lebih rakyat Indonesia yang beragama ini. Siapa yang mau mengaturnya?

“Kalau tidak ada UUD itu lantas harus diturunkan dalam bentuk Kepres, dan lain sebagainya. Kalau tidak ada kemudian bagaimana?” tanya Yusnar. (EZ/salam-online)

Baca Juga