Ketum IMM: “Jika Surat Edaran ‘Ujaran Kebencian’ tidak Dicabut, Bangsa Ini Kembali Mundur”

beni Pramula-8-jpeg.image
Ketum DPP IMM Beni Pramula

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Surat edaran tentang ancaman pidana Hate Speech (Ujaran Kebencian) yang dikeluarkan Kapolri menuai kontroversi. Ada kekhawatiran aturan ini bakal membungkam kebebasan berbicara dan berpendapat, termasuk media.

Soal Hate Speech menjadi sorotan ketika muncul Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 yang ditandatangani Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tertanggal 8 Oktober 2015 yang dikirim ke kepolisian wilayah. Ujaran Kebencian yang dimaksud meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, berita bohong dan lainnya.

“Rezim Jokowi-JK mengangkangi Demokrasi. Kebebasan berpendapat di muka umum kini dibelenggu oleh aturan yang lebih tepat dibilang ini Negara diktator,” ujar Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula kepada redaksi, Jum’at (6/11).

Beni mengatakan, pada 28 Oktober ketika Aliansi Tarik Mandat (ATM) melakukan aksi demonstrasi di Depan Gedung DPR/MPR Senayan menuntut Sidang Istimewa untuk mencabut mandat Jokowi-JK yang dinilai gagal memimpin Negara, pihak kepolisian yang tentu saja sebagai aparatur Negara telah bertindak anarkis ketika membubarkan aksi massa Pemuda dan Mahasiswa ketika itu.

“Tujuh aktivis ATM digelandang ke Polda Metro Jaya. Ketujuh aktivis tersebut babak belur dihajar Polisi. Ada yang kepalanya dijahit, giginya patah, tangan patah, muka lebam-lebam kena bogem dan dipaksa mengaku telah berbuat anarkis saat diinterogasi. Bagi kami tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan merupakan pelanggaran hukum berat,”tuturnya.

Baca Juga

Ia menyebutkan, Ujaran Kebencian ini biasa pada saat kegiatan Demonstrasi, kampanye, melalui spanduk atau banner, media sosial, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media cetak maupun elektronik, dan pamflet. “Artinya, semua aktivis gerakan dan media yang dinilai bisa menjadi sarana Ujaran Kebencian, dibidik aparat.”

Beni menilai, terbitnya SE ini hanya akal-akalan pemerintah setelah upaya menghidupkan lagi pasal penghinaan Presiden menuai kontroversi.

“Terbitnya surat SE tersebut sangat berpotensi menjerat pidana aktivis gerakan yang selama ini kerap mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap Rakyat. Lebih-lebih lagi kami dari Aliansi Tarik Mandat yang sejak satu tahun belakangan ini hampir setiap minggu turun aksi ke depan istana dan DPR RI untuk menuntut Jokowi-JK lengser dari jabatannya,”ungkap Ketua Presidium Aliansi Tarik Mandat ini.

SE tersebut juga akan berpengaruh terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik. Jika surat edaran tersebut tidak segera dicabut, kata Beni, sesungguhnya Bangsa ini kembali mundur seperti di era Orde Baru, mengebiri pers dan aktivis pergerakan yang banyak menyuarakan aspirasi masyarakat. (EZ/salam-online)

Baca Juga