Pemerintah Mau Revisi PBM Pendirian Rumah Ibadah, Komnas HAM Minta Libatkan Tokoh-tokoh Agama

Maneger Nasution-8-jpeg.image
Dr Maneger Nasution, MA

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pemerintah seperti disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berencana merevisi Peraturan Bersama Menteri (PBM), Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, Nomor 9 dan 8 tentang pedoman bagi kepala daerah untuk membina kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.

Salah satu poin yang akan direvisi itu, kata Menteri Tjahjo, terkait persyaratan jumlah 90 umat dan 60 orang persetujuan masyarakat sekitar lokasi tempat akan dibangunnya rumah ibadah.

Menurut Menteri Tjahjo, wacana revisi tersebut digulirkan seiring dengan terus adanya kasus perusakan dan polemik keberadaan rumah ibadah di beberapa daerah.

Bahkan, lanjut Menteri Tjahjo, utk keperluan itu, Kemendagri melalui Direktur Jenderal Politik Pemerintah Umum, telah menjalin koordinasi dengan instansi terkait dan telah menyiapkan usul revisi PBM setelah menyamakan persepsi dengan Menteri Agama, Kejaksaan Agung, Menteri Hukum dan HAM, serta Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Tjahjo menambahkan, Menteri Agama juga sudah berinisiatif untuk segera mengadakan pertemuan dengan berbagai pemuka pemeluk agama, guna menjaga kerukunan umat beragama di tengah maraknya konflik mengatasnamakan agama.

Menurut Komisioner Komnas HAM Dr Maneger Nasution dalam rilis yang diterima redaksi, Kamis (12/11), Jika benar Mendagri akan merevisi PBM nomor 9 dan 8 itu, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain faktor sejarah.

Baca Juga

“Dalam risalah perumusan PBM itu, ternyata yang aktif merumuskan dan menyepakati substansi PBM itu adalah majelis-majelis agama di Indonesia: MUI, PGI, KWI, PHDI, WALUBI dan MATAKIN,” ujar Maneger Nasution, Kamis (12/11).

Menurutnya, itu semua diputuskan oleh tokoh-tokoh agama yang menggelar rapat belasan kali dan memakan waktu lebih dari empat bulan. Setelah ada konsensus, kesepakatan dari tokoh-tokoh agama itu, baru kemudian negara, khususnya Kemenag dan Kemendagri, meregister dalam administrasi negara.

“Dengan demikian, sekira negara ingin merevisi PBM 9 dan 8 itu, supaya tidak ahistoris, sebaiknya negara, khususnya Kemenag dan Kemendagri mendengar pertimbangan tokoh-tokoh agama itu,” tegas Maneger.

Kalaupun PBM itu nanti akan direvisi, ia mengatakan, harus dipastikan apakah revisi PBM itu didedikasikan dalam rangka untuk penguatan, baik hukum maupun substansinya. Untuk kepastian hukum, misalnya, PBM itu perlu ditingkatkan menjadi UU supaya berkekuatan hukum.

“Perumusan substansi peraturan per-UU-an itu supaya melibatkan tokoh-tokoh agama, dan untuk memastikan keterpenuhan perspektif HAM dalam peraturan per-UU-an itu sebaiknya melibatkan pegiat HAM. Sebelum ada konsensus baru, maka PBM 9 dan 8 itu tetap berlaku sehingga tidak tejadi kekosongan hukum. (EZ/salam-online)

Baca Juga