KPK Kian Tak Berdaya, DPP IMM: “Ada Pemimpin di Balik Jokowi”

Jpeg
Diskusi Publik DPP Partai Demokrat Departemen Urusan KPK (Foto: EZ/salam-online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula menyebutkan aksi penolakan rakyat Indonesia terhadap pelemahan KPK selama Pemerintahan Jokowi bukan hal pertama kali. Mulai dari kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang tidak beres, Kasus KPK vs Polri hingga RUU yang dinilai melemahkan KPK.

Kini publik dikejutkan lagi dengan isu akan segera dibahasnya RUU KPK yang sempat ditunda sebelumnya.

“Sejak awal kepemimpinan Jokowi kelihatan tidak ada tanda-tandanya untuk memperjuangkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Selama Jokowi memimpin negeri ini pemberantasan korupsi bukannya menguat tapi justru KPK disudutkan, dikriminalisasi hingga KPK pun kelihatannya saat ini kian tidak berdaya,”ujar Beni dalam diskusi ‘Evaluasi Akhir Tahun Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan Jokowi-JK’, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Senin (7/12).

Beni menuturkan sejak 100 hari pemerintahan Jokowi-JK belum menunjukkan kepemimpinan yang memenuhi aspirasi rakyat. Nawacita hanya dianggap sebagai wacana belaka yang diungkapkan pada saat masih berkampanye.

Baca Juga

“Saya melihat Jokowi bukan pemimpin negeri ini. Sebenarnya ada pemimpin di balik Jokowi. Jokowi hanya berlaku sebagai wayang saja,” ungkap Beni.

Ia menilai Jokowi telah sengaja melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, rentetan kasus yang melemahkan KPK merupakan indikasi kuat pemerintahan Jokowi tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Justru sebaliknya pro terhadap para koruptor yang takut terbongkar kasus-kasus skandal korupsi besar yang mereka lakukan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, ujar Beni, masih sesuai, dan jikapun direvisi mestinya KPK harus diperkuat. Sementara di dalam draf RUU KPK itu, menurutnya, justru melemahkan KPK.

“Pada draf itu mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. Selanjutnya juga Kewenangan penyadapan KPK harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Ini jelas-jelas melemahkan KPK,” tegasnya prihatin. (EZ/salam-online)

Baca Juga