Densus 88 Kembali Salah Tangkap, CIIA Sebut Isu ‘Terorisme’ Sebagai Kezaliman Terorganisir

Harits Abu Ulya-1-jpeg.image
Harits Abu Ulya

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pemerhati Kontra-Terorisme yang juga Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, menilai secara undang-undang korban salah tangkap yang dilakukan oleh Densus 88 berhak menggugat, mendapat hak rehabilitasi nama baik dan ganti secara materil.

“Tapi dalam isu terorisme yang tampak sampai saat ini adalah kezaliman ‘murokab’ (terorganisir). Sudah jadi korban salah tangkap, kemudian dilepas begitu saja, permintaan maaf saja tidak disampaikan,” kata Haris kepada salam-online, Rabu (30/12).

Harits melihat penindakan hukum dalam isu terorisme menunjukkan adanya penguapan keadilan di Indonesia.

“Kondisi seperti ini menurut saya akan terus bergulir sepanjang rezim ini setia berputar pada orbit kepentingan asing,”terangnya.

Jika dilihat alurnya, kata Harits, persoalan memanas yang saat ini berlangsung di Indonesia terkait Freeport, isu terorime memungkinkan dipakai untuk menjadi alat pengalihan isu yang dikemas sebagai langkah preventif.

“Terlilhat sekali bahwa kasus terorisme adalah bentuk pengalihan isu agar tidak menjadikan citra buruk bagi pemerintah terhadap persoalan yang sedang dihadapi,” tegasnya.

Baca Juga

Seperti diberitakan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, kembali melakukan salah tangkap. Dua orang anggota masyarakat biasa, NS dan GL, ditangkap dan dituduh sebagai “teroris”. Keduanya bahkan diberitakan sempat mengalami kekerasan Densus 88 pada Selasa (29/12/2015) di Solo, Jawa Tengah.

Kasus salah tangkap ini berawal ketika NS mengambil sepeda motor untuk pergi ke masjid. Namun saat berjalan baru beberapa menit, tiba-tiba sebuah mobil jenis Avanza, menyerempet dan memintanya untuk berhenti.

“Karena merasa tak punya salah saya juga bertanya apa salah saya. Bukan jawaban yang saya terima tetapi malah bentakan dan perlakukan kasar yang saya terima,” ungkap NS seperti dikutip Panjimas.com.

Dan karena tak cukup bukti, NS (33) warga Dawung Wetan, Serengan dan GL (33), warga Panularan, Solo itu akhirnya diizinkan pulang. Namun yang disesalkan Densus tak meminta maaf pada kedua korban salah tangkap tersebut, meski tangan dan wajah GL tampak memar karena terjatuh di aspal.

Petugas Polsek Laweyan, Solo, mengakui, NS dan GL ditangkap oleh Densus 88, namun karena tak memiliki cukup bukti, maka keduanya pun dilepaskan. (EZ/salam-online)

Baca Juga