JAKARTA (SALAM-ONLINE): Bank Dunia memproyeksi target pajak yang tidak tercapai memperlebar defisit fiskal menjadi 2,5 persen dari PDB Indonesia per Oktober 2015, serta masih dapat meningkat pada November jika melihat tren terakhir defisit dapat menjadi tiga persen untuk pemerintahan pusat dan daerah.
“Untuk mengatasi semua itu, pemerintah menggenjot utang gila-gilaan. Data Bank Dunia melaporkan utang pemerintah berdenominasi valuta asing mengalami peningkatan sebesar 80 persen dalam tahun ini,” kata analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng kepada RMOL.co, Selasa (22/12).
Dia mengungkapkan, laporan Bank Dunia menyebut per 2 Desember 2015, pemerintah telah menerima Rp 510,4 triliun dari penerbitan sekuritas dan USD 3,89 miliar atau sekitar Rp 53 triliun dari pinjaman resmi luar negeri. Dengan demikian utang pemerintah bertambah Rp 563 triliun.
“Utang yang diterima pemerintahan Jokowi-JK dalam setahun lebih dari jumlah yang diterima SBY dalam 10 tahun pemerintahannya. Selama 10 tahun, SBY menerbitkan SBN senilai Rp 496.3 triliun,” jelas Salamuddin.
Menurutnya, hingga tahun 1997 (dalam jangka 30 tahun) Soeharto hanya mewariskan utang pemerintah senilai USD 53,8 miliar. Soeharto memiliki prestasi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jika dikalikan dengan kurs pada 1997 maka utang pemerintah Soeharto senilai Rp 261,2 triliun. Sementara, utang Jokowi dalam setahun setara dengan dua kali utang Soeharto selama 30 tahun berkuasa.
“Utang pemerintah Jokowi selama setahun setara dengan dua kali lebih besar dibandingkan utang Soeharto 30 tahun. Pak Presiden mau beli apa dengan utang sebanyak ini,” tanya Salamuddin, heran.
Sumber: RMOL.co