Bom Sarinah, IPW: “Pelaku Bergaya Layaknya Densus 88”

A man is seen holding a gun towards the crowd in central Jakarta, Indonesia, in this picture provided to Reuters by Xinhua News Agency January 14, 2016. REUTERS/Veri Sanovri/Xinhua ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. REUTERS IS UNABLE TO INDEPENDENTLY VERIFY THE AUTHENTICITY, CONTENT, LOCATION OR DATE OF THIS IMAGE. IT IS DISTRIBUTED EXACTLY AS RECEIVED BY REUTERS, AS A SERVICE TO CLIENTS. FOR EDITORIAL USE ONLY. NOT FOR SALE FOR MARKETING OR ADVERTISING CAMPAIGNS. NO RESALES. NO ARCHIVE. CHINA OUT. NO COMMERCIAL OR EDITORIAL SALES IN CHINA       TPX IMAGES OF THE DAY

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane menyatakan banyak kejanggalan dalam peristiwa bom Sarinah yang terjadi di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1) pekan lalu.

“Pertama, saya tidak habis pikir dengan ekspresi pelaku yang begitu tenang di lapangan,” ungkap Neta dalam diskusi publik yang digelar Institut Soekarno Hatta, di Jalan Tebet Timur Dalam, Jakarta, Selasa (19/1).

Bagi Neta, hal itu menjadi penampilan yang janggal bagi seorang pelaku yang ingin melancarkan serangan tembakan terbuka di muka umum.

Kedua, menurutnya, kenapa pelaku begitu tenang di depan publik. “Bahkan mereka (pelaku) bergaya layaknya Densus 88,” terang Neta dalam diskusi publik yang digelar Institut Soekarno Hatta dengan tema ‘Kejanggalan dalam Peristiwa dan Penanganan Bom Sarinah’.

Baca Juga

Selain itu, polemik di tingkatan petinggi lembaga keamanan negara dengan BIN juga disinggung Neta sebagai hal yang aneh. “Seharusnya, antara intelijen, TNI dan pihak kepolisian memiliki pemahaman yang sama sehingga terkesan jelas koordinasinya,” ujarnya.

Ketiga, kata Neta, mengapa muncul polemik kepolisian dan BIN. Keempat, kenapa polisi belum mengungkap siapa pengantar dan penjemput pelaku teror. “Padahal, polisi menemukan mobil plat D yang diduga mengantar para pelaku,” terangnya.

“Kelima, begitu bom meledak kenapa kok muncul isu lain di media massa. Seharusnya media massa harus cek ricek dulu. Seolah-olah Jakarta sudah seperti Paris,” sesalnya. (EZ/salam-online)

Baca Juga