UU Terorisme Mau Direvisi, Munarman: “Mendakwahkan Jihad Bisa Kena Pidana?”

Jpeg
Munarman saat menjadi nara sumber dalam diskusi yang dihelat Institute for Development Research and Analysis (INDRA Institute), Selasa, di Jakarta (Foto: EZ/salam-online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Direktur An-Nashr Institute, Munarman, menilai akan direvisinya UU Terorisme No. 15 Tahun 2003 semakin mempersempit ruang gerak umat Islam dalam berdakwah.

“Pasalnya ketika UU itu direvisi, apakah mendakwahkan jihad secara teknis bisa menjadi sasaran target dari UU terorisme tersebut? Nanti orang yang berdakwah mengenai jihad dikenakan pasal (pidana) lagi,” ujarnya dalam diskusi ‘Quo Vadis Revisi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme’ yang dihelat Institute for Development Research and Analysis (INDRA Institute) di Jakarta, Selasa (16/2).

Menurutnya, kegiatan dakwah bisa-bisa dimasukkan ke dalam kategori hate speech yang berlaku sekarang ini. Termasuk di dalamnya pengajaran tentang jihad, amar ma’ruf nahi munkar dan Tauhid ke depannya bisa saja dipidanakan.

Fakta di lapangan, tutur Munarman, UU Terorisme menyebutkan siapa pun yang menimbulkan ancaman dan ketakutan, itu disebut terorisme. Tetapi berbeda dengan peristiwa bom di Alam Sutera, Tangerang.

“Kenyataan, bom Alam Sutera contohnya, tiga kali lho mengebom, bukan sekali, itu tidak dikenakan UU terorisme, tidak disebut teroris, ini fakta, karena apa, pelakunya bukan Muslim,” ungkapnya.

Ia menilai revisi UU Terorisme hanya berfokus pada dua aspek saja, salah satunya adalah pada perluasan kriminalisasi.

Baca Juga

“Perluasan kriminalisasi yang dimaksud di sini adalah, perbuatan-perbuatan yang tadinya bukan merupakan sebuah tindak pidana, bisa saja dikasuskan setelah undang-undang terorisme yang baru, disahkan parlemen,” terangnya.

Munarman menjelaskan, sebuah UU itu sangat bergantung dengan siapa yang pegang dan kepada siapa ditujukan.

“Jadi ada kemauan dari pembuat UU terkait kriminalisasi. Yang bisa jalankan UU adalah penegak hukumnya, bukan kita. Apapun bentuk UU itu tetap saja tergantung pada siapa yang akan menegakkannya. Bisa jadi, pelajaran tentang bab jihad itu dijadikan sasaran target pidana dari UU terorisme yang baru,” kata pengacara ini.

Namun, ia menegaskan, sebelum bicara revisi UU Terorisme itu, perlu adanya pengkajian dan kontrol terkait kinerja Densus 88.

“Kita perlu mengkaji dan kontrol kinerja Densus 88. Perlu adanya audit kinerja keuangannya dari mana sumbernya,” pinta Munarman. (EZ/salam-online)

Baca Juga