Ancam Mau Rebut Gaza dari Hamas, Kelompok Sekuler Fatah Dikecam

Abbas-and-meshaal
Pemimpin Fatah yang juga Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (kiri) dan Pemimpin Biro Politik Hamas Khalid Misy’al

SALAM-ONLINE: Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Sabtu (5/3) mengecam pernyataan yang dibuat oleh dewan revolusi gerakan Fatah yang mengatakan sedang mempertimbangkan “pilihan” untuk merebut kembali Gaza dari Hamas menyusul gagalnya pembicaraan rekonsiliasi antara kedua kelompok.

“Ancaman Fatah untuk ‘merebut kembali’ Gaza mengkhianati kebenaran niatnya,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Middleeastmonitor, Ahad (6/4).

Hamas mendesak Fatah, yang memimpin Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah, untuk “menyerahkan pilihan atas pengawal (Jalur Gaza) kepada rakyat Palestina, menghormati hasil pemilu, dan mengadopsi prinsip kemitraan”.

Pada Jumat (4/3) lalu, dewan revolusioner Fatah menyatakan bahwa karena pembicaraan rekonsiliasi di Doha yang direncanakan antara kedua kelompok itu gagal, maka pilihan lain untuk merebut kembali Gaza dari Hamas sedang dipertimbangkan.

Pada pertengahan 2007, dua tahun setelah pasukan Zionis mundur dari Jalur Gaza dan satu tahun setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif Palestina, bentrokan antara kedua kelompok meletus di wilayah tersebut.

Bentrokan berakhir dengan kekalahan total Fatah dan pembentukan kekuasaan de facto Hamas atas seluruh daerah di Gaza.

Baca Juga

Sejak saat itu, Hamas menyebut Fatah yang mengelola Tepi Barat yang diduduki penjajah “Israel” melalui PA mencoba untuk melemahkan kontrol atas Jalur Gaza.

Perbedaan antara kedua kelompok sebagian besar berkaitan dengan hal ideologis.

Hamas mendukung perlawanan bersenjata terhadap “Israel” dan menuntut kembalinya seluruh Palestina. Sementara kelompok Sekuler Fatah, untuk sebagian, bersikeras mengambil jalan negosiasi dengan Zionis Yahudi. Meskipun perundingan perdamaian sebelum-sebelumnya telah gagal menghasilkan terobosan apapun.

Pada April 2014, Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian “rekonsiliasi”, yang menghasilkan pembentukan pemerintah persatuan Palestina dua bulan kemudian.

Pemerintah persatuan berbasis di Ramallah, namun belum mengambil kendali resmi di Jalur Gaza karena perbedaan antar kedua gerakan. (EZ/salam-online)

Sumber: Middleeastmonitor

Baca Juga