JAKARTA (SALAM-ONLINE): Deputi II Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Pol) Arief Dharmawan mengatakan, kesalahan prosedur dapat saja terjadi dalam banyak penindakan terduga “teroris”, termasuk pada kasus Siyono.
Dia mengibaratkan penindakan terduga “teroris” sebagaimana permainan sepak bola. “Jika ada pemain melakukan pelanggaran keras yang tidak sesuai instruksi pelatih, tentu tidak serta merta pelatih disalahkan. Nah ini seperti penindak di lapangan sebagai pemain bola dan Densus 88 sebagai pelatih,” ujar Arief dalam pengajian bulanan yang digelar Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya 62, Jakarta, Jumat (8/4) malam.
Menurutnya, prosedur penindakan terduga “teroris” sudah baik, tetapi terkadang terdapat kesalahan yang dilakukan oleh penindak yang keluar dari prosedur tetapnya.
Ekspektasi masyarakat, harapan masyarakat, kata Arief, begitu besar kepada BNPT. Mereka meminta kepada kita bahwa BNPT adalah ‘superman’ dalam rangka penanggulangan “terorisme”.
“Kami bilang kami masih ‘suparman’, belum berani seperti ‘superman’. Tapi masyarakat tidak mau tahu, BNPT harus do something do the best dan menyelesaikan masalah,” jelasnya.
Arief menyebut dalam hal ini ada dua hal yang menonjol, yaitu hard approach dan soft approach. Ibarat gunung es yang ada di kutub utara, jika di atasnya dihajar sepertinya selesai masalah tapi lambat laun masalah yang dibawahnya muncul lagi.
“Yang di bawah permukaan itu besarnya luar biasa. Hard approach dilakukan di atas bekerjasama dengan kementerian, TNI, Polri, untuk meniadakan di atas. Pendekatan pendalaman intelijen sharing informasi dilakukan untuk jangan sampai ini muncul lagi, dan di bawah kita main soft approach kontra propaganda, deradikalisasi, media literasi dan counter lainnya yang memberdayakan masyarakat,” ungkap Arief. (EZ/salam-online)