Di Depan Mahasiswa LIPIA, Patrialis Akbar Berpesan Umat Islam Harus Jadi ‘Pemain’

edit 2 (1)
Hakim Konstitusi Dr Patrialis Akbar, SH, MH (kiri) di depan Mahasiswa LIPIA Jakarta dalam Kuliah Umum bertajuk ‘NKRI: Urgensi Syariah dan Peradaban’, Jumat, 7 Rajab 1437 H (15/4/2016). (Foto: Abd Aziz)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Di seluruh negara yang menganut paham demokrasi, dijalankan oleh mereka yang berasal dari orang-orang politik. Karena itu, kita tak boleh alergi dengan politik. Perlu bekal intelektualitas dan pendidikan Islam untuk berjuang mengendalikan bangsa dan negara ini.

Demikian dikatakan Hakim Konstitusi Dr Patrialis Akbar dalam Kuliah Umum bertajuk “NKRI: Urgensi Syariah dan Peradaban” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jl. Buncit Raya 54, Jakarta Selatan, Jum’at (15/4).

Menurut Patrialis, saat ini kita hidup di alam demokrasi. Karena itu, pesan Patrialis di depan mahasiswa LIPIA, umat Islam harus bisa menjadi pemain, bukan penonton. Tentu konsep demokrasi itu tetap ada musyawarah di dalamnya. Jika kita tidak aktif di alam demokrasi, kita kalah suara.

Selama menjadi anggota DPR, Patrialis mengaku tidak mudah berjuang untuk membela bangsa dan negara ini. Banyak yang kecewa ketika membuat Undang-Undang  malah melanggar prinsip-prinsip keislaman.

“Tentu untuk menjadi pemimpin di pemerintahan, selain harus dibekali dengan ilmu, juga harus punya nama baik dan berprestasi,” pesannya.

Patrialis juga berharap kepada mahasiswa LIPIA, hendaklah berdakwah di tengah bangsa. Pejabat negara pun harus diberi siraman tauhid dan dakwah. Untuk bisa berdakwah di lingkungan lembaga negara pun harus punya kekuasaan.

“Untuk membuat UU pun harus ada muatan nilai-nilai agama yang tidak boleh dilanggar,” ujarnya.

Baca Juga

Sebagai Hakim di Mahkamah Konstitusi, Patrialis mengungkap, pernah diminta untuk membatalkan UU demi kepentingan kelompok tertentu, apalagi bahkan sampai keluar dari prinisip-prinsip keislaman.

Patrialis memberi contoh, ada kelompok orang yang ingin menghalalkan perkawinan beda agama. Ini yang harus dipatahkan, karena bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

Tentu saja, kata mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di era SBY ini, prinsip HAM di Indonesia berbeda dengan negara Barat yang liberal. Karena itu, kebebasan di Indonesia harus dibatasi oleh nilai-nilai moral dan agama.

Ketika menjadi anggota DPR, Patrialis mengancam jika nilai-nilai agama tidak dimasukkan dalam kontitusi. Bahkan saat menjabat sebagai hakim konstitusi, ia hadirkan ahli Islam untuk menguji UU agar tidak melanggar nilai keislaman. Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum, menurutnya, harus dimasukkan dalam kontitusi.

Mahasiswa LIPIA Jakarta menyimak Kuliah Umum dari Hakim Mahkamah Konstitusi Dr Patrialis Akbar, SH, MH (Foto-Detik.com)
Mahasiswa LIPIA Jakarta menyimak Kuliah Umum dari Hakim Mahkamah Konstitusi Dr Patrialis Akbar, SH, MH. (Foto: Detik.com)

“Bukankah tujuan pendidikan nasional itu dalam rangka meningkatkan iman dan takwa serta berakhlak mulia. Termasuk kemajuan pengetahuan dan teknologi tidak boleh melangar nilai-nilai agama,” ungkap Patrialis. (Abd Aziz/Abd Lathif)

Baca Juga