JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan dirinya tidak mengetahui besarnya nominal uang dua gepok yang diberikan kepada keluarga Siyono. Selama ini beredar kabar bahwa uang tersebut bernilai Rp 200 juta. Namun ternyata hingga kini keluarga Siyono belum membuka bungkusan tersebut.
“Usai menerima dua gepok bungkusan tersebut, istri Siyono, Suratmi, langsung menyerahkannya pada Muhammadiyah. Bungkusan itu sekarang ada di Muhammadiyah. Suratmi tidak mau menerimanya, yang ia inginkan hanya keadilan atas nama suaminya,” kata Dahnil dalam konferensi pers ‘Mencari Keadilan untuk Suratmi’ yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan di Aula PP Muhammadiyah, Menteng raya, Jakarta Pusat, Jum’at (1/4)
Menurut Dahnil, dua bungkusan tersebut belum dibuka, karena dimaksudkan untuk menjadi barang bukti.
“Ini akan menjadi salah satu barang bukti. Keterkaitan Muhammadiyah dalam kasus ini pun lantaran atas permintaan Suratmi sendiri. Muhammadiyah ikhlas dan akan mendampingi Suratmi mencari keadilan hingga tuntas,” ungkap Dahnil.
Ia juga menegaskan bahwa Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah akan melakukan autosi terhadap jenazah Siyono. Demi alasan keamanan, Pemuda Muhammadiyah enggan menyebutkan tanggal pasti autopsi tersebut.
“Muhammadiyah telah menunjuk enam dokter ahli forensik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah untuk melakukan autopsi,” terangnya.
Pada awalnya, autopsi akan dilakukan pada Rabu (30/3) lalu. Namun karena alasan teknis, autopsi tersebut pun ditunda. Autopsi dilakukan atas permintaan keluarga Siyono, terutama sang istri, Suratmi.
Pemuda Muhammadiyah pun berulangkali mempertanyakan keseriusan Suratmi perihal autopsi tersebut, terutama berkaitan dengan kuasa yang ia berikan pada Muhammadiyah.
“Suratmi sendiri percaya bahwa Muhammadiyah dan serta lembaga lain yang terkait, mampu mendampinginya mencari keadilan atas meninggalnya Siyono,” jelasnya.
Rencana autopsi jenazah Siyono sempat batal karena mendapatkan penolakan Kepala Desa (Kades) Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jateng. Sang Kades, Djoko Widoyo, mengklaim bahwa warga menolak autopsi tersebut dilakukan. Jika keluarga Suratmi tetap nekat mengautopsi, Kepala Desa itu meminta mereka untuk angkat kaki dari kediamannya dan tak mengizinkan Siyono dimakamkan kembali di desa tersebut. (EZ/salam-online)