SERANG (SALAM-ONLINE): Kasus pedagang warung makan, Ibu Saenih, yang terkena razia Satpol PP karena buka di siang hari Ramadhan, cukup menghebohkan, setelah diblowup oleh media mainstream.
Di media sosial pun muncul kritikan terhadap pemberitaan miring yang cenderung memojokkan Perda yang melarang membuka warung makan di siang hari di bulan Ramadhan itu.
“Peristiwa itu sengaja ‘digoreng’ oleh kelompok sekuler dan liberal melalui media-media mereka yang memang anti penegakan syariat Islam,” ungkap seorang jamaah masjid di Depok.
Adalah Saenih, perempuan 53 tahun, yang terkena razial Satpol PP Pemkot Serang, Banten, pada Rabu (8/6) lalu karena menjual makanan di warungnya di siang hari Ramadhan. Ia mengaku tidak tahu tentang adanya larangan berjualan makanan pada siang hari di bulan Ramadhan.
Untuk mengungkap fakta sesungguhnya, Jurnalis Islam Bersatu (JITU) pun menurunkan anggotanya untuk melakukan investigasi langsung atas kasus ini. JITU menyambangi Ibu Saenih di kediamannya, Serang, Banten, pada Ahad (12/6) kemarin.
Ada sejumlah fakta menarik yang ditemukan dan diluruskan JITU terkait kasus ini yang tak diungkap oleh media mainstream.
“Ibu Saenih ternyata tak lulus SD dan tidak bisa membaca, sehingga tidak bisa membaca edaran tempelan di depan rumahnya,” ungkap akun resmi @JITUOFFICIAL, Ahad (12/6).
Selain itu, seperti diakui Saenih kepada JITU, memang sudah ada edaran larangan jualan makanan pada pagi hingga siang hari (antara jam 04.30-16.00) yang ditempel di depan rumahnya, tapi Ibu Saenih tidak bisa baca.
Surat edaran dan imbauan menyambut bulan suci Ramadhan itu ditempel Satpol PP di depan rumah ibu Saenih.
JITU melihat fakta, meskipun sejumlah barang dagangannya disita Satpol PP, sampai hari ini Ibu Saenih masih berjualan walau hanya dengan pintu sedikit terbuka.
“Kalau sudah dapat modal dan itu sangat diharapkan, saya janji mau buka usaha baru yang lebih layak dan tutup pada siang hari di bulan puasa,” kata Ibu Saenih kepada JITU.
Dari penelusuran JITU, ternyata Ibu Saenih memang murni tidak tahu atas kesalahan yang dia lakukan. “Ibu Saenih pun siap menaati peraturan daerah,” tulis @JITUOFFICIAL.
“Ironisnya, kita melihat pemberitaan di media soal penggusuran ibu Saenih sangat tendensius. Meskipun mereka bilang ‘Ini bukan soal agama’,” sesal JITU.
JITU menyatakan tidak mempermasalahkan sumbangan untuk Ibu Saenih. “Karena kami percaya Ramadhan membawa berkah bagi kaum lemah.”
Tapi, JITU menyangkan, pada akhirnya isu ini digulirkan ke arah pengebirian perda-perda yang berbau syariah seperti imbauan di bulan Ramadhan di Serang itu.
“Bantuan untuk Ibu Saenih ialah amal shalih, tapi jangan sampai kearifan lokal yang menyangkut Muslim diabaikan,” tulis @JITUOFFICIAL.
JITU juga mengapresiasi MUI Provinsi Banten yang cepat tanggap dan bijak dalam menyikapi kasus ibu Saenih.
Namun JITU mengingatkan kepada Presiden Jokowi agar bisa jernih melihat persoalan ini dengan mendengarkan para ulama dan sesepuh adat.
Karena, bagaimanapun, razia dagang makanan di siang hari Ramadhan itu ada Perdanya. Satpol PP melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Perda tersebut.
“Hanya saja, untuk Satpol PP perlu memperbaiki cara atau pendekatan yang lebih baik kepada anggota masyarakat yang kurang mengerti terhadap adanya peraturan atau Perda dimaksud,” saran seorang jamaah masjid lainnya di kawasan UI Depok yang dimintai tenggapannya terkait kasus ini. (s)