
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Berbeda dengan Menkopolkam Letjen TNI (Purn) Luhut B Pandjaitan yang mendukung dan membuka Simposium Tragedi 1965 pada 18 April 2016 lalu yang menginginkan rekonsiliasi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu justru sebaliknya. Mantan Kasad ini berada di pihak sejumlah purnawirawan TNI/Polri dan ormas-ormas Islam yang menggelar simposium nasional dan apel akbar ‘Anti PKI’.
Belakangan, isu kebangkitan PKI memang ramai jadi pembicaraan. Hal itu ditandai dengan beredarnya lambang PKI, palu arit. Padahal PKI dan paham komunis jelas-jelas dinyatakan terlarang di negeri ini.
Menhan Ryamizard dalam sambutannya di acara Simposium Nasional ‘Anti PKI’ yang dibuka oleh mantan Wapres Try Sutrisno di Balai Kartini, 1-2 Juni 2016, menolak rekonsiliasi dengan keluarga pelaku peristiwa 1965. Ryamizard juga tidak setuju dengan perintah Presiden Jokowi yang meminta Menkopolhukam Luhut Pandjaitan untuk mencari kuburan massal peristiwa 1965.
Mantan Kasad ini minta atasannya, Presiden Jokowi, agar bijak melihat kedua simposium itu, baik simposium yang membedah peristiwa 1965 yang menginginkan pemerintah minta maaf dan rekonsiliasi maupun Simposium ‘Anti PKI’ yang bertajuk ‘Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI’.

“Presiden harus bijak. Dilihat dua duanya, (panitianya) siapa. Barulah ditimbangkan yang bener,” kata Menteri Pertahanan Ryamizard di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/6).
Simposium Nasional yang digelar purnawirawan TNI/Polri dan sejumlah ormas Islam itu dipenuhi oleh peserta dari berbagai elemen umat dan bangsa. Tampak peserta simposium sangat antusias menyimak paparan para pembicara. (s)