SOLO (SALAM-ONLINE): Forum Warga Kratonan Surakarta (FWKS) menolak pembangunan hotel, sekolah dan rumah sakit internasional (RS Siloam) di Jalan Honggowongso.
Sejumlah elemen seperti Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), Jamaah Ansharus Syariah (JAS), FKAM, Brigade Al Islah, Komunitas Nahi Mungkar Surakarta bergantian berorasi menyampaikan penolakan.
Sejumlah alasan penolakan disampaikan saat berlangsungnya aksi pada Jumat (19/8) yang dikawal ketat oleh TNI dan Polri itu. Aksi ini diakhiri dengan penyegelan. Secara simbolis penyegelan tersebut dilakukan dengan menutup pintu dari mega proyek PT Manyala Harapan itu.
“Pada tahap sosialisasi pemerintah mengabaikan sosialisasi terhadap semua tokoh masyarakat di Kratonan, dibuktikan terdapat 4 Ketua RT dan 1 Ketua RW menyatakan keberatan atas pembangunan RS. Siloam,” ungkap juru bicara Aksi, Endro Sudarsono dalam rilisnya, Jumat (19/8).
Menurut Endro, wali kota lebih memproses izin dan aspirasi investor asing daripada mengakomodasi aspirasi warga Kratonan. Setidaknya 69 warga Kratonan telah menandatangani pernyataan penolakannya atas pendirian hotel, sekolah dan RS Siloam itu.
Alasan lain penolakan tersebut, Endro mengungkapkan, karena lahan 5.000 m persegi dengan bangunan 30 lapis ke atas itu berada di kawasan padat penduduk dan padat lalulintas. Dan, itu sangat berpotensi mengganggu lingkungan.
Proyek yang oleh warga dinilai untuk kepentingan asing itu, kata Endro, juga berdampak negatif terhadap kerusakan tanah di sekitar, pencemaran air dan pencemaran udara. Berdampak buruk pula bagi kesehatan masyarakat, mengingat terdapat sebuah SMA swasta dan dua SD Negeri dengan ribuan siswa yang akan menghirup udara kotor dalam kesehariannya.
Proyek ini, masih kata Endro, memaksa warga untuk mendengarkan bisingnya mesin pembangunan RS Siloam yang memakan waktu kurang lebih 30 bulan. Dikatakan, pembangunan dengan 2-3 lantai ke bawah akan mengganggu ketersediaan air untuk masyarakat.
“Masalah pembuangan limbah kesehatan rumah sakit, baik yang padat, cair ataupun gas jika tidak didukung dengan pembuangan yang aman, maka akan mengancam ribuan kesehatan warga di kecamatan Serengan dengan berbagai potensi penyakit menular maupun bahan kimia,” ungkap Endro.
Karena itu, ujar Endro, proyek yang memakan waktu 30 bulan ini akan berdampak besar pada keberadaan tenaga kerja, alat dan transportasi berat bagi kepadatan dan gangguan lalulintas, termasuk juga mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah terdekat.
“Demikian aspirasi ini, semoga Presiden Jokowi dan Wali Kota Solo bisa lebih peka terhadap dampak lingkungan, kegelisahan sosial, lebih mengerti perasaan warga, membela nasib wong cilik, bukan justru memperlancar proyek asing,” pungkasnya. (s)