Habiburrahman El Shirazy: “Kekejaman PKI kalau dalam Istilah Periwayatan Hadits, Itu Mutawatir”

kang-abik-1
Novelis Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Novelis terkenal yang juga pemerhati sejarah Habiburrahman El Shirazy mengatakan pemerintah secara resmi tidak perlu melakukan upaya rekonsiliasi dengan para mantan anggota PKI atau anak cucu keturunan mereka.

Pernyataan Habiburrahman disampaikan pada acara peluncuran dan bedah buku “Ayat-ayat yang Disembelih” karya Anab Afifi dan Thowaf Zuharon, di Indonesia International Book Fair (IIBF), Jakarta Convention Center, Senayan, Jumat (30/9) malam.

Menurut penulis novel laris Ayat-ayat Cinta dan Api Tauhid ini, rekonsiliasi sudah berlangsung secara alami di desa-desa. Kang Abik, demikian novelis yang juga pengurus pesantren ini biasa disapa, mengatakan bahwa para kiai di pesantren-pesantren di Jawa sudah melakukan rekonsiliasi meskipun tanpa seremoni dan liputan media.

“Di desa-desa, banyak kiai yang meskipun menjadi korban tetapi mereka tetap mengopeni (melayani, red), memberi makan, memperhatikan kehidupan para anak cucu PKI di pesantren-pesantren. Silakan dicek,” ujarnya.

Baca Juga

Sikap para kiai tersebut, menurut Kang Abik, merupakan wujud dari ajaran Islam yang cinta damai dan tidak mengajarkan dendam. Karena itu, ia heran dengan sikap kelompok-kelompok yang ingin mengusung rekonsiliasi. Apalagi, isu tersebut juga dibalut dengan tuntutan permintaan maaf pada pemerintah. Padahal faktanya, PKI lah yang banyak melakukan kekejaman terhadap umat Islam dan bangsa ini.

Alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, ini juga mengatakan bahwa fakta kekejaman PKI itu tidak bisa dipungkiri. “Saya ini orang jurusan hadits. Dalam ilmu hadits, tidak boleh menerima informasi tanpa melakukan penelitian yang dalam. Saya sudah baca dan meneliti, bahwa kekejaman PKI kalau dalam istilah periwayatan hadits, itu mutawatir,” tegasnya.

Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur, artinya berurutan. Mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang, sampai ratusan perawi, sehingga terhindar dari dusta atau pemalsuan hadits mulai dari awal hingga akhir sanad”. Mereka menyandarkan periwayatan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengaran dan lainnya.

Terkait dengan peristiwa kekejian PKI, ketika mendengar cerita dari para orang tua dulu, kemudian membaca dokumen-dokumen sejarah dan memverifikasinya, Kang Abik heran, peristiwa kekejaman di zaman purba seperti kisah ashabul ukhdud ternyata pernah dilakukan oleh PKI dengan begitu sadisnya. “Ini fakta sejarah,” pungkasnya. (AW/Salam-online)

Baca Juga