Kasus Ahok, Yusril: “Pemerintah Belokkan Persoalan dan Cari Kambing Hitam, Inti Masalah tak Tersentuh”

yusril-ihza-mahendra-4
Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Dari pengalaman demo besar 4 November, Pemerintah harusnya paham bahwa masalah penistaan agama tidak dapat didiamkan, tetapi harus mengambil langkah hukum yang tegas.

Pemerintah tidak boleh terkesan melindungi seseorang yang diduga menista agama. Jika didiamkan, kegiatan itu makin marak, agama dilecehkan seenaknya seperti terlihat di media sosial akhir-akhir ini.

Demikian disampaikan pakar hukum tata negara Prof Dr Yusril Ihza Mahendra. Ia mengatakan persoalan agama adalah persoalan sensitif yang dapat memicu pergolakan sosial dan politik di negara kita. Di negara lain mungkin tidak.

“Persoalan agama tidak bisa dibarter dengan kepentingan politik sesaat jenis apapun, karena dapat berakibat fatal yakni terpecah-belahnya kita sebagai sebuah bangsa. Demo besar tidak akan terjadi jika sejak awal penegak hukum mengambil langkah hukum yang tegas terhadap Ahok. Namun, aparat seperti tidak berdaya karena Ahok terkesan dilindungi Presiden Jokowi,” ungkap Yusril kepada salam-online, Sabtu (5/11).

Para peserta aksi dan umat Islam sejak awal ingin demo damai. Janji Presiden Joko Widodo akan menindak tegas Ahok, akan tetap berada di istana saat demo berlangsung dan menerima dengan baik wakil-wakil demonstran, akhirnya buyar karena Presiden pergi ke Cengkareng untuk susuatu yang tidak begitu penting. Wapres Jusuf Kalla yang akhirnya menerima perwakilan pengunjuk rasa, tak cukup memuaskan.

“Akhirnya sebagian pendemo tetap bertahan untuk bertemu Presiden. Namun itu tidak terjadi sampai Sabtu (5/11) pagi ini. Padahal, rusuh sudah terjadi di beberapa titik wilayah Jakarta. Presiden yang dicitrakan dekat dengan rakyat, di saat yang genting justru menghindar dari rakyatnya sendiri,” sesal mantan Menkumham ini.

Baca Juga

Ia menilai, janji Kalla untuk menuntaskan penyelidikan dugaan penistaan agama oleh Ahok selama 2 minggu, itu cukup lama. Dalam dua minggu ini berbagai hal tak terduga bisa saja terjadi. Pemerintah harus mempercepat proses ini. Jika tidak ada langkah nyata, demo lebih besar bukan mustahil akan terjadi.

“Jika Pemerintah bertindak tegas terhadap siapa saja yang menista agama, Pemerintah telah membuat tenteram hati rakyat yang rata-rata kuat perasaan keagamaannya. Citra dan wibawa pemerintah akan naik. Tapi jika lalai, citra dan wibawa pemerintah akan terus merosot,” ujar mantan Mensesneg ini.

Selain itu, Yusril menilai, konfrensi pers Presiden Jokowi Jumat malam tidaklah mengena dengan inti persoalan penistaan agama yang diduga dilakukan Ahok. Walau dalam setiap peristiwa sangatlah mungkin akan ada pihak-pihak yang bermain menangguk udang di air keruh, namun mengungkap hal ini ke publik yang awam, bukanlah langkah yang bijak.

“Pemerintah dinilai hanya membelokkan persoalan mencari kambing hitam, sementara inti persoalan tak tersentuh dan tak tertangani. Secara umum, Presiden nampak kurang bijak dan kurang tepat menangani dugaan penistaan agama ini,” jelas Yusril.

Yusril menyebutkan Presiden Jokowi dan para pembantunya mempunyai waktu yang terbatas untuk mengatasi keadaan paska demo besar 4 November. Walaupun Sabtu subuh ini Habib Rizieq sudah berpidato yang mengarahkan agar peserta demo pulang ke rumah masing-masing, namun keadaan mencekam belumlah reda.

“Dari sebelum maupun ketika demo terjadi kemarin, keadaan sudah dapat dibaca. Jika Pemerintah salah ambil kebijakan, rasa tidak puas penanganan penistaan agama bisa berujung pada desakan untuk memakzulkan Presiden. Saya sudah ingatkan hal ini dua minggu yang lalu. Presiden Jokowi harus hati-hati betul menangani keadaan dan jangan lari, menghindar dari masalah yang sudah ada di depan mata,” terangnya. (EZ/salam-online)

Baca Juga