JAKARTA (SALAM-ONLINE): Dana sumbangan yang disalurkan untuk Aksi Damai Bela Islam melalui Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-MUI (GNPF-MUI), sudah jelas uang milik masyarakat yang tulus menginfakkan uangnya. Bukan uang negara, bukan hasil kejahatan narkoba maupun korupsi.
Demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr KH Didin Hafidhuddin kepada redaksi saat ditemui di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (22/2). Ia menyayangkan langkah yang dilakukan pihak kepolisian kepada para ulama yang tergabung ke dalam GNPF-MUI itu.
“Tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu didapatkan pelaku dari uang yang mencurigakan atau hasil kejahatan. Tentu saja ini berbanding sangat jauh dengan uang hasil sumbangan dari masyarakat untuk aksi bela Islam, sehingga terkesan ada paksaan dalam pasal tersebut. Terkesan penyidik mencari-cari (kesalahan) sehingga diarahkan ke pasal TPPU,” kata Prof Didin.
“Masyarakat ini ikut menyumbangkan dalam aksi bela Islam itu sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Ada yang menyumbangkan dengan menggunakan uang, namun ada juga dalam bentuk lain, baik berupa makanan maupun air mineral,” ungkap Guru Besar Agama Islam IPB ini.
Menurutnya, jika memang polisi masih curiga dengan pendapatan dari sumbangan serta ke mana saja dikeluarkan uang tersebut, tidak masalah untuk meminta pertanggungjawaban.
“Karena polisi mengaitkan dengan TPPU sehingga hal ini yang menuai kecurigaan itu sendiri. Jadi maksud saya, kalau dimintai pertanggung
“Karena polisi mengaitkan dengan TPPU sehingga hal ini yang menuai kecurigaan itu sendiri. Jadi maksud saya, kalau dimintai pertanggungjawaban ya tidak masalah, tapi tidak perlu dikait-kaitkan dengan tindak pidana korupsi,” jelasnya. (EZ/salam-online)