Kesaksiannya di Sidang Ahok Dinilai Bisa Pecah Belah Umat Islam, Ishomuddin Dipecat dari MUI

Ahok bersama Ishomuddin (tengah)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikabarkan telah memecat Ahmad Ishomuddin, saksi ahli agama Islam yang juga rais syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan dosen Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan, Lampung.

Pemecatan dilakukan karena pernyataan Ishomuddin saat menjadi saksi meringankan untuk terdakwa penista agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bisa memecah belah umat Islam.

Komisi Hukum MUI, Anton Tabah Digdoyo, mengatakan, pemecatan terhadap Ishomuddin dilakukan setelah Anton mengirim kirim pesan WA ke ketua umum dan waketum MUI Pusat usai sidang Ahok, Selasa (21/3) malam. Pesan agar Ishomuddin juga ditembuskan ke sekjen MUI. Dalam pesannya Anton menyatakan, pihaknya akan keluar dari MUI jika Ishomuddin tidak dipecat.

“Jika tidak dipecat dalam waktu satu bulan ke depan, saya resign dari MUI,” ujar Anton dalam pesan tertulisnya seperti dilansir Republika.co.id, Kamis (23/3).

Mantan jenderal polisi ini menuturkan, pemecatan terhadap Ishomuddin terpaksa dilakukan karena pernyataannya dalam membela Ahok telah meresahkan umat Islam. Dalam kesaksiannya, Ishomuddin menyatakan surah Al-Maidah ayat 51 sudah tak relevan lagi. Padahal, Al-Qur’an itu berlaku sejak kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam 15 abad silam sampai hari kiamat.

“Alhamdulillah Pimpinan MUI Pusat sudah hubungi saya Kamis 23 Maret 2017 bahwa yang bersangkutan (Ishomuddin) telah dikeluarkan dari MUI. Insya Allah, PBNU akan bersikap sama dengan MUI,” katanya.

Baca Juga

Mantan ajudan presiden kedua ini menuturkan, menafsirkan Al-Qur’an terutama ayat-ayat krusial itu ada penjelasan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dicatat dengan rapi dan rinci oleh para sahabat Nabi lalu dibukukan dengan rapi pula.

“Berjilid-jilid hadits dan kitab tafsir pascaturunnya wahyu terakhir al-Maidah ayat 3 yang artinya ‘Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku sempurnakan pula nikmatku dan aku ridha Islam sebagai agamamu’.”

Jadi, kata Anton, menafsirkan ayat Al-Qur’an tidak boleh ditambah atau dikurangi karena sudah dijadikan dalil baku ulama sampai hari kiamat. “Termasuk menafsirkan Al-Qur’an wajib dengan penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena itu dengan tegas Nabi berkata, ‘Siapa yang tafsirkan Al-Qur’an dengan pikirannya atau pendapatnya sendiri maka telah disiapkan tempatnya di neraka’.”

Anton mengatakan, jika Ishom sampai berkata bahwa Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 51 tak berlaku lagi, harus ditanyakan apa dasarnya. “Harus ada dasarnya dari Al-Qur’an atau Sunnah, semua harus dari penjelasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,” katanya.

Sumber: Republika.co.id

Baca Juga