JAKARTA (SALAM-ONLINE): Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani, menilai skenario pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dilakukan pemerintah melalui Menkopolhukam Wiranto tidak memiliki alasan yang kuat.
“Pembubaran organisasi adalah suatu upaya terakhir (the last resort) yang memungkinkan dapat ditempuh oleh negara. Dengan catatan bahwa negara memiliki model penegakan hukum yang efektif sebelum upaya the last resort ini ditempuh,” ujar Yati dalam acara “Merespons Situasi Toleransi dan Kebebasan Berpendapat di Indonesia” di Kantor KontraS, Jl Kramat II No 7, Jakarta Pusat.
Wanita berkerudung ini menyebutkan, dalam skenario HTI di Indonesia, merujuk versi Menkopolhukam Wiranto, KontraS tidak melihat praktik penegakan hukum yang teruji dan konsisten dalam isu pengelolaan dinamika hak berorganisasi di Indonesia.
“Ini jelas terlihat ada inkonsistensi dalam mengoperasionalkan HAM dan penegakan hukum di Indonesia,” terang Yati.
Ia melihat, ada ongkos dan energi besar yang telah dikeluarkan sebegitu luas pada dua situasi yang nampaknya tidak terkait satu sama lain, akan tetapi sebenarnya memiliki hubungan erat.
“Ada Upaya membenturkan ruang-ruang komunal atas nama hukum, toleransi, dengan pendekatan kotor dan membenarkan diskriminasi untuk memuluskan jalur kekuasaan di masa depan. Hari ini kita melihat HTI sebagai wajah kanan telah dikungkung,” tutupnya. (EZ/Salam-Online)