Tak Hanya Dilanda Perang, Ibu Kota Yaman pun Terserang Wabah Kolera
SANA’A (SALAM-ONLINE): Sana’a, ibu kota Yaman, negara berkonflik yang berada di ujung Semenanjung Arab, terkena wabah kolera sejak 2016 lalu.
Kini di tahun 2017, perang yang terjadi di Yaman meningkatkan risiko terjadinya wabah kolera akibat banyaknya penduduk yang harus mengungsi.
“Lebih dari 200 kasus kolera telah dilaporkan di ibu kota Yaman, Sana’a, karena air yang terkontaminasi dan sanitasi yang buruk telah menyebabkan peningkatan tajam dalam transmisi penyakit mematikan tersebut,” ujar seorang perawat di rumah sakit Jumhouri di Sana’a seperti dilansir Aljazeera, Ahad (7/5).
“Dalam beberapa hari terakhir, kami telah menerima lebih dari 200 pasien yang terkena wabah kolera,” tambahnya.
Kantor berita Khabar, sebuah situs berita lokal, melaporkan 10 kematian di seluruh negeri telah terjadi pada Sabtu (6/5), dengan mengutip informasi yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat.
Abdul Hakim Kahlani, juru bicara kementerian, mengatakan kepada situs tersebut bahwa ada tiga kematian yang dikonfirmasi di Sana’a, tiga di provinsi Ibb dan empat di provinsi Hodeidah.
Jalan-jalan di Sana’a dan daerah pinggirannya dipenuhi tumpukan sampah. Keluarga yang tinggal di dekatnya adalah orang-orang yang paling terpukul.
Pembersih jalanan telah berulang kali meminta pemerintah untuk menaikkan upah dan pemogokan atas gaji yang telah berlangsung selama tujuh bulan.
“Kami minum dari sumur yang mendistribusikan air ke seluruh distrik,” kata seorang penduduk kepada Aljazeera.
“Kami tidak pernah sakit di masa lalu, tapi akhir-akhir ini kami mengalami krisis dengan sampah di kota dan ini menyebabkan diare dan muntah parah mengerikan,” ungkapnya.
Yaman telah terkena wabah kolera sejak pertengahan Oktober 2016. Dari 23.506 kasus yang diketahui, ada 108 kematian akibat terkena wabah tersebut. Kolera adalah penyakit yang ditularkan melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi.
Perang di Yaman telah menelan jiwa lebih dari 10.000 orang, menyebabkan 7,4 juta anak-anak membutuhkan bantuan medis, hampir 2,2 juta orang kekurangan gizi, dan sekitar 462.000 lainnya berisiko mengalami gizi buruk akut, menurut PBB dan UNICEF. (EZ/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera