JAKARTA (SALAM-ONLINE): Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH Muhammad Al-Khaththath, yang kini masih mendekam dalam tahanan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jabar, dalam kasus tuduhan makar, dikabarkan sakit.
Terbetik pula kabar, Ustadz Al-Khaththath, tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan ibadah shalat Jum’at ke masjid yang ada di Rutan Mako Brimob, selama ditahan. Padahal, konstitusi sudah menjamin kebebasan beribadah bagi warga negaranya.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (UUD 1945 Pasal 29 ayat 2).
Hal itu membuat Komnas HAM melakukan investigasi dan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan aparat berwenang terhadap para ulama, aktivis Islam dan nasional.
Demikian diungkapkan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, di hadapan perwakilan massa yang tergabung dalam Presidium Alumni 212 di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/5).
“Kami dari Komnas HAM bukan hanya melihat adanya pelanggaran HAM terhadap Habib Rizieq, Ustadz Al-Khaththath, tapi juga yang dialami oleh para aktivis nasional lainnya,” kata Natalius Pigai di Kantor Komnas HAM, Jum’at (19/5).
Pria kelahiran Papua itu memaparkan hak tahanan, pertama adalah hak atas informasi, seperti dikunjungi keluarga.
“Keluarga inti dan pengacara wajib hukumnya untuk mengetahui kondisi mereka di dalam lembaga pemasyarakatan,” ujar Natalius.
Kedua, lanjutnya, hak untuk mendapat layanan kesehatan, termasuk kepada Al-Khaththath, harus terpenuhi sesuai ketentuan hukum.
“Belakangan dilaporkan bahwa Al-Khaththath tidak diperbolehkan menjalani kewajibannya sebagai seorang Muslim, yakni shalat Jumat di masjid. Hak beribadah seseorang merupakan hak yang sangat mendasar dan tak boleh dilanggar,” terangnya.
Ia menekankan aparat seharusnya memfasilitasi atau mencari alternatif lain agar tahanan bisa tetap melaksanakan ibadah.
“Sejatinya, para petugas lapas memfasilitasi hak atas peribadatan mereka. Sejatinya harus dicarikan alternatif lain yang memungkinkan mereka menjalankan peribadatan,” pintanya.
Dalam kesempatan yang bersamaan, selain menerima perwakilan Presidium Alumni 212, Komnas HAM juga menerima pengaduan dan laporan dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang disampaikan oleh juru bicaranya, Ustadz Ismail Yusanto.
HTI meminta bantuan Komnas HAM terkait dengan rencana pembubaran organisasi tersebut oleh pemerintah melalui Menkopolhukam.
Ismail mengatakan bahwa organisasinya ini adalah resmi berbadan hukum perkumpulan dan tercatat di Departemen Hukum dan HAM.
Ismail juga menolak keras tudingan organisasinya tidak sesuai dengan dasar hukum negara Pancasila. Karena, katanya, selama ini apa yang dikerjakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. (EZ/Salam-Online)