Satu Tahun Setelah Viral Lewat Fotonya, Ini Rupa Bocah Suriah Omran Daqneesh Sekarang

Omran Daqneesh, dulu dan sekarang

ALEPPO (SALAM-ONLINE): Masih ingatkah Anda dengan Omran Daqneesh, bocah Suriah korban bom Aleppo tahun lalu? Fotonya duduk di kursi, tercengang dengan tatapan kosong, sekujur tubuh berdebu dan berlumur darah merupakan simbol penderitaan di Aleppo.

Sebagian wajah yang tercoreng darah, menjadi viral kala itu. Mayoritas warga dunia menunjukkan simpati. Saat ini, Omran muncul dalam sebuah video baru ketika diwawancarai oleh Middleeastmonitor, Kamis (8/6).

Omran Daqneesh dan ayahnya muncul dalam sebuah video terbaru, yang tampaknya masih tinggal di Aleppo. Kepada reporter Middleeastmonitor, Kinana Allouche, ayahnya mengatakan bahwa mereka tidak ingin meninggalkan Suriah.

Peristiwa itu terjadi pada 17 Agustus 2016. Foto Daqneesh pun membuat banyak hati terenyuh. Warga dunia menyoroti penderitaan penduduk sipil di Aleppo timur yang terkepung. Kakak laki-laki Daqneesh, Ali, meninggal karena luka-luka setelah serangan itu.

Ayah Daqneesh mengatakan kepada reporter bahwa anaknya berada dalam keadaan sehat di Aleppo, kota yang sekarang berada di bawah kendali rezim Asad.

Dia mengatakan telah memotong rambut anaknya dan mengganti namanya untuk melindunginya dari penculikan.

Baca Juga

Belum jelas perihal wawancara tersebut, ada paksaan atau tidak. Untuk mengambil bagian dalam video singkat yang diposkan di Facebook, pertama kalinya bocah tersebut terlihat di depan umum sejak dia terluka.

Ada dugaan bahwa rezim Suriah memaksa mereka melakukan wawancara tersebut dengan tujuan menggiring isu. Sebelum ini, para pembelot atau warga sipil yang mau bisa diajak bekerjasama dalam propaganda rezim selalu dijanjikan dengan sesuatu yang menguntungkan.

Namun, Valerie Szybala dari Syria Institue, sebuah organisasi riset independen yang fokus pada Suriah, mengatakan bahwa keluarga tersebut tidak mungkin berbicara dengan bebas.

Valerie menuturkan bahwa mereka berada di bawah kendali rezim. Dan, kata Valerie, ini adalah rezim yang, kita tahu, suka menangkap dan menyiksa orang yang menentangnya. “Bagiku situasinya nampaknya dipaksa,” ujar Valerie.

Perang sipil Suriah, yang meletus sejak Maret tahun 2011, hingga kini telah menelan jiwa sekitar 465.000 orang. (EZ/Salam-Online)

Sumber: Middleeastmonitor

Baca Juga