JAKARTA (SALAM-ONLINE): Jika pemerintah ingin menghilangkan atau mengurangi tindak pemerkosaan dan pembunuhan, maka perdagangan miras harus dilarang dan dihentikan.
“Gubernur Papua Lukas Enembe, sudah mencontohkan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang miras di daerahnya,” ungkap Sekretaris Jenderal MUI Pusat, KH Dr Anwar Abbas kepada Salam-Online, usai kegiatan Halaqah tentang ‘Dinamika Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol di DPR dan Aspirasi Umat Islam Indonesia’ di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta Pusat, Kamis (24/8).
Anwar menyatakan, meminum minuman keras (miras) sama artinya menciptakan satu kondisi bagi peminumnya untuk berbuat dan melakukan hal-hal yang tak terpuji.
Karena itu pemerintah dan para pembuat Undang-Undang (UU) jangan lagi ragu dan terpengaruh oleh argumentasi tak berdasar yang menyatakan miras tak berkorelasi dalam kasus terjadinya pemerkosaan dan pembunuhan.
Menurut Anwar, mereka yang melakukan perlawanan terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sarat dengan kepentingan bisnis.
“Ini adalah urusan bisnis bagi mereka, bukan kepentingan agama. Jangan sampai kepentingan rakyat tidak terlindungi dengan lahirnya RUU mengenai miras yang mendukung Minol,” terangnya.
Alkohol, bagi para pebisnis tersebut, kata Anwar, akan terus mereka perjuangkan dengan mengegolkan UU mengenai miras yang menguntungkan bisnis mereka. Hal ini perlu dikaji oleh pemerintah agar bertindak lebih tegas terhadap para pebisnis Minol itu.
“Tugas pemerintah adalah melindungi dan mensejahterakan rakyat. Pemerintah perlu berani membuat undang-undang yang baik, menguntungkan umat Islam dan masyarakat luas,” tegasnya. (EZ/Salam-Online)