Aktivis HAM: Hati-hati, Pemerintah Myanmar Sengaja Sematkan Label Teroris untuk Pejuang Rohingya
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Lembaga penggiat HAM internasional, Amnesty International Indonesia (AII) turut menyerukan dihentikannya persekusi yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap penduduk minoritas Muslim Rohingya. Direktur Eksekutif AII Usman Hamid mengungkapkan, ia mengapresiasi upaya diplomasi yang tengah dijalankan pemerintah Indonesia.
Namun, menurutnya, pemerintahan Joko Widodo semestinya dapat lebih aktif lagi dalam memainkan peranannya, mengingat kedekatan Myanmar dengan Indonesia serta keanggotaan kedua negara tersebut di ASEAN. Dengan peranan ini, diharapkan Indonesia dapat meminta pemerintah Myanmar untuk mematuhi aturan internasional tentang HAM dan menghentikan dugaan kuat pelanggaran HAM yang dilakukan tentara-tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
“Sebagai organisasi HAM yang selama ini memantau kondisi HAM di seluruh Indonesia, kami berkewajiban mengingatkan seluruh negara untuk menjalankan kewajibannya (dalam menegakkan HAM). Kami menggarisbawahi persekusi terhadap etnis minoritas Muslim di Myanmar,” ujar Usman dalam konferensi persnya di Kantor AII, Gedung HDI Hive, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/9/2017).
Seperti diketahui, warga Muslim Rohingya mengalami persekusi atau perlakuan buruk, penganiayaan, penindasan bahkan pembantaian secara sistematis yang dilakukan militer Myanmar yang didukung oleh pemerintahan negara tersebut.
Selain itu, Usman juga menyampaikan, keadaan di Rakhine State—wilayah yang dihuni oleh sekitar 1,1 juta etnis Muslim Rohingya—diperparah dengan labeling yang disematkan kepada Muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar. Hal itu, menurutnya, hanya akan merusak proses diplomasi yang tengah dimainkan, tidak hanya oleh Indonesia, tetapi juga oleh negara-negara dan komunitas internasional.
“Kita berhati-hati dalam memberi istilah ‘teroris’, itu akan memperburuk warga yang Muslim,” katanya.
Hal senada ditegaskan oleh aktivis HAM lainnya, Kepala Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS, Puri Kencana Putri. Ia mengungkapkan, dari sumber yang dia terima, bahkan cap dan labelisasi “teroris” terhadap kelompok pejuang Rohingya dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) sengaja disematkan oleh pemerintah Myanmar untuk semakin mendesak serta memperburuk imej etnis Rohingya secara keseluruhan. Artinya, perlakuan antara penduduk sipil Rohingya dengan pejuang ARSA tidak ada pembedaan.
“Kami mendapatkan informasi bahwa pemerintah Myanmar mengundang wartawan agar menggunakan isitilah ‘extremist terrorist Bengali’,” ungkap Puri.
Dalam konferensi pers tersebut, hadir pula sejumlah lembaga pegiat HAM dan lembaga think-tank dari Setara Institute, CSIS, Komnas Perempuan, serta Fact Finding Mission on Myanmar dari PBB. Secara umum, lembaga-lembaga tersebut mendukung dihentikannya persekusi terhadap etnis Muslim Rohingya di Rakhine State. (al-Fath/Salam-Online)