PBB Sebut Krisis Rohingya Mimpi Buruk Kemanusiaan, Myanmar Jadikan ARSA Kambing Hitam

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut krisis Rohingya sebagai mimpi buruk kemanusiaan. Badan dunia ini kembali mendesak Myanmar untuk mengakhiri kekerasan terhadap Muslim Rohingya. PBB menegaskan operasi militer terhadap Rohingya harus diakhiri. Sementara kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dijadikan kambing hitam dan dalih militer Myanmar untuk membantai Muslim Rohingya.

SALAM-ONLINE: Dalam sebuah pidato di Dewan Keamanan PBB, Kamis (28/9/2017), Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa krisis di negara bagian Rakhine, Myanmar, itu saat ini “terus memburuk”. Menurutnya, sejak krisis yang dimulai 25 Agustus lalu hingga sekarang, sekitar 500.000 orang Rohingya telah melintasi perbatasan ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari aksi kekerasan dan pembantaian di Myanmar.

“Situasi darurat pengungsi berputar cepat dan berkembang sebagai mimpi buruk kemanusiaan dan HAM di dunia,” ungkap Guterres seperti dilansir Aljazeera, Jumat (29/9).

Pengungsi Rohingya menceritakan tentara Myanmar melakukan pemerkosaan, selain aksi kekerasan dan pembantaian.

“Kenyataan di lapangan menuntut tindakan cepat, untuk melindungi warga Rohingya, meminimalisir penderitaan, mencegah ketidakstabilan lebih lanjut, mengatasi akar penyebab dan menciptakan solusi jangka panjang serta tahan lama,” ujar Guterres.

Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan solusi permanen untuk menyelesaikan krisis Rohingya di Myanmar (Sumber Foto: Aljazeera)

Dia kembali mendesak pemerintah Myanmar untuk memberikan akses kemanusiaan ke wilayah Rakhine, dan juga mengizinkan pengungsi Rohingya kembali ke wilayah asal mereka.

Muslim Rohingya adalah orang-orang yang terpinggirkan dan tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar. Mereka melarikan diri ke Bangladesh di tengah laporan tentang kekejaman yang dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap mereka.

Awal pekan ini, sebuah badan PBB mengatakan bahwa pengungsi yang meninggalkan rumah dan tanah mereka di Rakhine, Myanmar, menuju Bangladesh, telah mencapai 700.000 orang.

“Kami telah menerima laporan dari orang-orang yang melarikan diri, terutama wanita, anak-anak dan orang tua,” katanya . “Kesaksian ini menunjukkan kekerasan yang berlebihan dan pelanggaran HAM yang serius.”

Baca Juga

Guterres juga memperingatkan bahwa konflik saat ini berisiko terhadap kemungkinan “radikalisasi” di antara para pengungsi, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) juga mengatakan telah menerima laporan yang meningkat bahwa Muslim Rohingya telah diserang secara seksual di negara bagian Rakhine.

Merespons Guterres, Thaung Tun, penasihat keamanan nasional Myanmar, membantah apa yang diungkapkan Sekjen PBB itu. Tun mengklaim bahwa tidak ada pembersihan etnis Rohingya di Myanmar.

Lagi-lagi pihak militer Myanmar ini menyalahkan kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang, menurut Thaung Tun, memaksa Rohingya untuk melarikan diri ke Bangladesh. Padahal jelas-jelas para aktivis HAM, relawan kemanusiaan dan sejumlah jurnalis yang berhasil masuk ke Rakhine menyaksikan dengan mata kepala sendiri akan kebrutalan dan kekejian militer Myanmar bersama gerombolan Buddha melakukan aksi kekerasan dan genosida terhadap Rohingya.

Banyak yang percaya ARSA dijadikan dalih militer Myanmar untuk melakukan genosida, pembersihan etnis, pemerkosaan, penyiksaan dan pembantaian terhadap Muslim Rohingya.

Di sisi lain, tiba-tiba saja ARSA dijadikan kambing hitam oleh pemerintah dan militer Myanmar, bukan saja sebagai dalih tentara untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap Rohingya, tapi juga membuat tuduhan palsu bahwa ARSA-lah yang membantai etnis Rohingya.

Warga dunia pun, apalagi setelah mengetahui kesaksian sejumlah jurnalis, aktivis HAM dan relawan kemanusiaan, banyak yang meyakini bahwa skenario ini sengaja di­cip­takan otoritas Myanmar untuk meng-genosida dan membersihkan wilayah Rakhine dari etnis Rohingya.

Dan, untuk itu, rezim Myanmar tak segan-segan menyebut ARSA adalah kelompok ‘teroris’, sebagai jurus kepepet yang dijadikan dalih untuk “menghalalkan” tindakan keji militer dan gerombolan Buddha—meminjam istilah sejumlah media internasional untuk menyebut kelompok teror di Myanmar yang berperan aktif mengusir dan menghabisi etnis Muslim Rohingya bersama tentara. (S)

Sumber: Aljazeera, utaranews.com

Baca Juga