Reaksi terhadap Pidato Suu Kyi, Pengungsi Rohingya: Dia Pengkhianat!

Di perbatasan Bangladesh-Myanmar, para pengungsi Rohingya menanggapi dengan marah dan skeptis terhadap pidato pertama pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi mengenai krisis Rohingya.

Aung San Suu Kyi saat menyampaikan pidato perdananya terkait Rohingya yang disiarkan langsung televisi pemerintah, Selasa (19/9/2017) kemarin

COX’S BAZAR (SALAM-ONLINE): Memecah kebisuannya atas kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar yang telah membuat ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri, pemimpin de facto Aung San Suu Kyi hanya menyatakan keprihatinannya.

Dalam pidato yang sangat dinanti untuk negara tersebut dari ibu kota Naypyitaw Suu Kyi mengatakan pada Selasa (19/9) bahwa dia “merasa prihatin yang mendalam” atas penderitaan orang-orang yang terjebak dalam krisis tersebut.

Namun, Suu Kyi gagal menjawab laporan PBB yang menyebut adanya “pembersihan etnis” terhadap Muslim Rohingya oleh militer Myanmar sehingga memaksa lebih dari 420.000 orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Sebaliknya, Suu Kyi malah menyarankan kelompok minoritas tersebut sebagian bertanggungjawab. Dia mengatakan “mayoritas besar” umat Islam Rohingya di wilayah Rakhine masih tetap tinggal di Rakhine. “Lebih dari 50 persen desa mereka masih utuh,” kata Suu Kyi seakan tak peduli dengan 400 ribuan Rohingya yang lari menyelamatkan diri ke Bangladesh.

Suu Kyi, yang partainya menang telak pada 2015 yang mengakhiri lima dekade dominasi tentara, juga mengatakan bahwa pemerintahnya siap untuk memulai “proses verifikasi” setiap saat untuk mengembalikan pengungsi yang telah melarikan diri dari kekerasan tersebut.

Myanmar, sebuah negara mayoritas pemeluk Buddha, telah bertahun-tahun menghadapi kritik atas perlakuannya terhadap lebih dari satu juta Rohingya. Myanmar menolak kewarganegaraan etnis Rohingya.

Pengungsi Rohingya di dekat perbatasan Myanmar-Bangladesh, merasa dikhianati oleh Aung San Suu Kyi. Padahal dulu saat junta militer Myanmar berkuasa, Suu Kyi yang hidup di pengasingan, dikejar-kejar militer negaranya.

Suu Kyi bahkan memperoleh nobel perdamaian. Ketika situasi di Burma (Myanmar) mengalami perubahan, Suu Kyi yang partainya menang pemilu pada 2015, muncul sebagai pemimpin de facto (karena Suu Kyi bersuamikan orang asing, maka secara de jure/konstitusi dia tak bisa menjadi presiden). Posisi presiden Myanmar diserahkan kepada orang kepercayaannya yang selama ini mendukung “perjuangan”nya.

Tapi, meski posisi presiden dipegang “orang”nya, secara de facto dia disebut sebagai pemimpin Myanmar. Meski tak bisa menjadi presiden,  jabatan resmi sebagai penasihat negara dan Menteri Luar Negeri dipegangnya.

Toh, banyak pihak yang mengatakan Suu Kyi tak bisa mengatur militer, bahkan dia disebut mendukung militer, termasuk aksi kekerasan dan pembantaian terhadap Muslim Rohingya.

Padahal, orang-orang Rohingya saat pemilu 2015, mendukung Suu Kyi, dengan harapan, jika dia menang, maka nasib warga Rohingya berubah cerah. Namun kenyataannya harapan itu tak sesuai kenyataan. Karena itulah, kaum Muslim Rohingya menyebut Aung San Suu Kyi: Pengkhianat!

Pidato pertama Suu Kyi, Selasa (19/9) soal Rohingya yang ramai-ramai bedol desa lantaran menyelamatkan diri dari pembantaian militer Myanmar, justru makin menambah luka warga Rohingya.

Mereka semakin yakin, Suu Kyi, yang tadinya mereka harapkan, justru semakin jelas pengkhianatannya, mendukung aksi brutal militer untuk mengusir Muslim Rohingya dari tanah Myanmar yang berabad-abad dan dari generasi ke generasi telah mereka diami.

Berikut adalah reaksi terhadap pidato Suu Kyi dari pengungsi Rohingya di dekat perbatasan Myanmar-Bangladesh sebagaimana dilansir Aljazeera, Rabu (20/9):

Khairul Amin (40), Kamp Balukhali:

Khairul Amin

Saya ingin kembali, jika saya sudah memastikan hak-hak dasar saya dipenuhi. Tapi sulit bagiku untuk percaya bahwa Suu Kyi akan bertindak berdasarkan kata-katanya.

Baca Juga

Suu Kyi adalah pengkhianat. Mayoritas Rohingya memilih partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dengan janji bahwa dia akan memberi kami kartu identifikasi nasional.

Tapi begitu dia menang, dia bergabung dengan partai yang didukung tentara (USDP) dan melupakan kami.

Sultan Ahmed (80), Kamp Balukhali:

Sultan Ahmed

Aku kehilangan segalanya. Apa artinya kembali (ke Rakhine)? Suu Kyi adalah pengkhianat, kami tidak bisa mengandalkan kata-katanya.

Suu Kyi hanyalah sebuah nama di sana (Myanmar), tidak ada yang peduli padanya. Semuanya dijalankan dan diputuskan oleh tentara.

Amina Begam (55), Kamp Thainhkhali:

Amina Begam

Suami saya, Mehmudul Haq, terbunuh dalam serangan saat saya melarikan diri. Saya tidak tahu banyak tentang Suu Kyi. Dalam kondisi seperti ini saya tidak dapat memikirkan apa yang dia katakan.

Tapi setelah Suu Kyi mengambil alih kekuasaan, mereka membunuh orang-orang kami, membakar rumah kami. Kami kehilangan harta milik kami dan anak-anak kami sekarang tidak memiliki apa-apa.

Mohammad Ayub (27), Kamp Thainhkhali: Jika Suu Kyi memastikan kewarganegaraan dan kebebasan bergerak kita, seperti orang-orang Buddha, maka kita bisa kembali.

Mohammad Ayub

Kami tidak diizinkan bergabung dengan partai politik. Orang-orang Buddha telah mengancam akan membunuh kami jika kami mencoba bergabung dengan partai politik.

Jika Suu Kyi segera mengambil tindakan, situasi seperti ini tak akan terjadi. Tapi dia diam saja dan mendukung militer yang bertindak brutal terhadap orang-orang kami.

Shah Ahmed (60), Kamp Balukhali:

Shah Ahmed

Jika Suu Kyi memastikan perdamaian dan (ada jaminan) kami tidak akan dibunuh, juga harta benda kami akan dikembalikan, saya siap untuk kembali. Tapi sulit dipercaya Suu Kyi akan melakukan sesuatu yang lebih baik untuk kami. (S)

Sumber: Aljazeera

Baca Juga