Rohingya Dibantai, Penyintas Perang Bosnia Teringat Genosida 8.000 Muslim di Srebrenica
SARAJEVO (SALAM-ONLINE): Seorang penyintas (yang bertahan dan selamat) dalam tragedi genosida Srebrenica mengungkapkan bahwa situasi mencekam yang dialami etnis Rohingya saat ini mengingatkan dirinya akan trauma yang dia alami selama Perang Bosnia berlangsung.
Kepada kantor berita Anadolu, dia mengungkapkan bahwa tragedi pembantaian Muslim Bosnia yang terjadi pada 1992-95 itu juga menyita perhatian internasional. Namun, laiknya situasi di provinsi Rakhine saat ini, dunia internasional tidak mampu berbuat banyak dalam menghentikan upaya pembersihan etnis yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
“Dunia masih senyap, sama halnya seperti ketika (tragedi) di Srebrenica,” ucap Muhamed Omerovic.
Omerovic juga menceritakan, dirinya masih berusia 18 tahun ketika pecah perang di negaranya. Sama halnya dengan etnis Rohingya yang terkatung-katung mencari tempat aman dari serangan tentara pemerintah, Omerovic pada saat itu juga terpaksa berlari masuk ke dalam hutan setelah pasukan Bosnia-Serbia mulai masuk ke wilayah Srebrenica.
Lebih dari 8.000 Muslim Bosnia baik yang dewasa maupun anak-anak terbunuh ketika “safe area” PBB yang ketika itu dijaga oleh pasukan perdamaian internasional dari Belanda diserbu pasukan Serbia. Situasi saat itu, lanjut Omerovic, membuatnya bisa merasakan penderitaan yang dialami Muslim Rohingya saat ini.
Penyintas perang lainnya, Idriz Smajic, mengalami tragedi menyakitkan ketika peperangan berlangsung. Hal itu membuatnya harus kehilangan kakinya di umurnya yang baru 17 tahun saat itu.
“Apa yang dialami Muslim Rohingya saat ini juga kami alami 22 tahun yang lalu. Orang-orang yang berusaha melarikan diri dibantai dan dipenjarakan. Penduduk sipil (bahkan) dibantai di wilayah yang dijaga oleh PBB,” tutur Idriz.
Sama dengan harapan Muslim lainnya di seluruh dunia, Idriz berharap pemimpin-pemimpin dunia dapat bertindak untuk menghentikan pembantaian massal yang terjadi di wilayah yang dihuni Muslim Rohingya itu. Dia bahkan tidak percaya bahwa ada pemimpin dunia yang tidak menunjukkan simpati ketika anak-anak tidak bersalah menjadi korban pembantaian keji tentara Myanmar. (al-Fath/Salam-Online)
Sumber: Anadolu