Perang Suriah: Ini yang Perlu Kita Ketahui tentang Perundingan Astana
SALAM-ONLINE: Pertemuan internasional ke-7 di Astana untuk menyelesaikan perang di Suriah digelar hari ini, Senin (30/10/2017) sampai besok, Selasa (31/10), sebagaimana telah diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri Kazakhstan.
“Seperti telah disetujui oleh negara-negara yang bertindak sebagai penjamin gencatan senjata (Rusia, Turki dan Iran), pertemuan tingkat tinggi ketujuh internasional mengenai Suriah sebagai bagian dari proses Astana akan diadakan pada 30-31 Oktober 2017,” kata pernyataan tersebut.
Enam putaran pertemuan sebelumnya mengenai krisis Suriah juga telah diadakan di Astana. Putaran keenam, sebuah kesepakatan antara Rusia, Turki dan Iran, menghasilkan pembentukan empat zona “de-escalation zone” (zona bebas konflik, red) untuk mengurangi ketegangan di wilayah Idlib, khususnya di utara Suriah.
Lalu Apa yang Perlu Kita Ketahui tentang Pertemuan Astana Terbaru Ini?
Perwakilan rezim Suriah dan beberapa kelompok oposisi bersenjata bertemu di ibu kota Kazakhstan, Astana, pada Senin ini untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan menerapkan kesepakatan gencatan senjata yang lebih lama.
Meskipun ada beberapa inisiatif internasional yang bertujuan untuk mengakhiri perang dan konflik yang kini telah memasuki tahun ketujuh, putaran terbaru perundingan Astana ini ditujukan untuk menetapkan empat zona “bebas konflik” di wilayah yang dikuasai oleh kelompok pejuang Revolusi, dan Rusia, Turki serta Iran bertindak sebagai penjamin.
Pertemuan tersebut diperkirakan akan menyerukan penghentian pertikaian antara kelompok pejuang Revolusi dengan pasukan yang berperang atas nama rezim Basyar Asad untuk jangka waktu setidaknya enam bulan berikutnya.
Rencananya, salah satu kesepakatan yang belum dipublikasikan, akan meminta semua pesawat dilarang terbang di atas zona ini, dengan menetapkan No-Fly Zones (zona larangan terbang).
Sumber informasi media mengatakan pertemuan 30-31 Oktober ini juga akan membahas pembebasan sandera, pertukaran tahanan, penyerahan makanan dan bantuan ke daerah yang terkepung, pemindahan mayat dan pencarian orang hilang.
Wilayah mana yang akan menjadi ‘zona bebas konflik’?
Seperti dilansir Aljazeera, Senin (30/10), Zona tersebut akan mencakup empat wilayah di Suriah:
Zona 1: Seluruh wilayah Idlib, serta sebahagian wilayah di timur laut Latakia, bagian barat wilayah Aleppo dan bagian utara wilayah Hama.
Ada lebih dari satu juta warga sipil di zona ini. Dan yang menguasai wilayah ini adalah kelompok Hai’at Tahrir Syam (HTS).
Zona 2: Ghouta Timur, di daerah utara Damaskus.
Sekitar 690.000 warga sipil tinggal di wilayah ini. Jaisy al-Islam, adalah kelompok Revolusi yang dominan di Ghouta timur. Mereka ikut berpartisipasi dalam perundingan Astana.
Zona 3: Daerah kantong (enclave) Rastan dan Talbiseh di utara wilayah Homs.
Ada sekitar 180.000 warga sipil di zona ini dan kelompk yang dominan adalah HTS.
Zona 4: Daerah Selatan yang dikuasai kelompok Revolusi yang berafiliasi mayoritas kepada Free Syrian Army (FSA) di sepanjang perbatasan dengan Yordania, mencakup bagian dari wilayah Dara’a dan Quneitra.
Lebih 800.000 warga sipil tinggal di sana.
Menurut sumber dari kelompok Revolusi Suriah, pos pemeriksaan akan dibuat di dalam zona “bebas konflik” untuk memfasilitasi pergerakan warga sipil dan akses kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Siapa yang akan hadir?
Rusia, sekutu Asad, telah berulang kali menyatakan bahwa “zona de-eskalasi” hanya akan berlaku untuk kelompok “oposisi moderat”. Ini tidak termasuk HTS—yang sebelumnya dikenal sebagai Jabhat an-Nusra—dan kelompok ISIS.
Delegasi dari rezim Suriah dan beberapa kelompok oposisi bersenjata sejauh ini telah memastikan mereka akan hadir. Faksi pejuang revolusi akan diwakili oleh Ahrar al-Syam, Jaisy al-Islam, Brigade Sultan Murad, Jaisy al-Syam dan Qismul Markazi.
Diskusi akan dipimpin oleh Alexander Lavrentiev, utusan khusus Presiden Rusia ke Suriah; Sedat Onal, wakil menteri luar negeri Turki; dan Hossein Jaberi Ansari, wakil menteri luar negeri Iran.
Menurut sumber oposisi Suriah, Turki, yang memainkan peran kunci dalam konflik di Suriah dengan mendukung pejuang Revolusi, akan menjadi perantara antara oposisi Suriah dan yang lainnya.
Delegasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga akan hadir. Namun, Amerika Serikat dan beberapa negara Teluk, tidak akan hadir.
Apa yang bisa kita harapkan dalam enam bulan dari sekarang?
Pembentukan zona bebas konflik ini diterima dengan reaksi beragam oleh penduduk Suriah yang daerahnya menjadi bagian dari kesepakatan.
Yousef al-Bostani, seorang aktivis yang berbasis di daerah yang dikepung di Ghouta timur, mengatakan kepada wartawan bahwa kesepakatan Astana sebelumnya untuk mencabut pengepungan di Ghouta timur telah gagal.
“Pengepungan tidak pernah dicabut sedangkan orang sakit, terutama anak-anak, sekarat karena kekurangan pengobatan dan perawatan,” katanya.
“Orang-orang telah kehilangan harapan dengan perundingan tersebut, jadi menurut saya mungkin lebih baik mundur dari perundingan itu,” tambahnya.
Sedangkan rezim Suriah mengatakan akan terus memerangi “terorisme” di manapun ia berada.
“Situasinya terus memburuk dari hari ke hari,” Mazen al-Shami, seorang aktivis di Ghouta timur, mengatakan.
“Harga makanan, komoditas dan obat-obatan telah meroket. Seruan kami untuk mencabut dan melepaskan pengepungan di Ghouta timur akan berlanjut sampai Rusia memaksa rezim Suriah mengakhiri pengepungannya yang tidak manusiawi terhadap warga sipil yang tidak bersalah.” (Muawiyah)
Sumber: Aljazeera dan lainnya