Lebih Banyak Rugikan Negara, Proyek Reklamasi Jakarta Diminta Hentikan

Seminar ‘Stop Reklamasi Teluk Jakarta’, Kamis (2/11/2017), di Ruang KK I, Gedung Nusantara, DPR, Senayan, Jakarta. (Foto: EZ/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ditinjau dari berbagai aspek, proyek reklamasi Teluk Jakarta akan lebih banyak mendatangkan kerugian dibanding manfaatnya bagi negara. Karenanya Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara memberi teguran keras kepada pemerintahan Jokowi-JK dan memintanya agar menghentikan proyek tersebut.

“Proyek reklamasi Teluk Jakarta harus segera dihentikan oleh pemerintah karena ditinjau dari berbagai aspek akan mendatangkan lebih banyak kerugian dibanding manfaat bagi negara,” ungkap Marwan dalam seminar bertema ‘Stop Reklamasi Teluk Jakarta’ yang digelar di Ruang KK I, Gedung Nusantara, DPR, Jakarta, Kamis (2/11/2017).

Mantan General Manager PT Indosat ini mensinyalir proyek reklamasi dijalankan dengan menghalalkan segala cara yang lebih berorientasi pada kepentingan bisnis politik dan oligarki kekuasaan.

“Ratusan ribu nelayan akan terlantar, dan rakyat Indonesia akan tergusur, prospek kerusakan lingkungan yang sangat parah termasuk tenggelamnya Jakarta akan terjadi jika proyek reklamasi diteruskan,” paparnya.

Baca Juga

Di samping hal di atas, yang tak kalah pentingnya, ungkap Marwan, adalah bahwa proyek reklamasi merupakan salah satu cara pemerintah Cina meluaskan ruang hidup dan dominasinya ke berbagai aspek kehidupan di Indonesia.

“Kebiijakan yang diusung oleh Presiden Cina Xi Jinping dibuktikan dalam beberapa tahun terakhir para komprador sangat giat membangun infrastruktur secara sistemik di berbagai wilayah, termasuk reklamasi,” tandasnya.

Selain Marwan Batubara, pembicara lainnya dalam Seminar ‘Stop Reklamasi Teluk Jakarta’ ini adalah tokoh reformasi/Ketua MPR (1999-2004) Prof Dr HM Amien Rais, Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandi Sudirman Said, Pakar Hukum Tata Negara Dr Margaritno Kamis, Pakar Teknik Kelautan ITB Dr Muslim Muin, Anggota DPR (PAN) Chandra Tirta Wijaya dan Martin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga