Mufti Menk Dilarang Masuk Singapura
SALAM-ONLINE: Otoritas Singapura telah melarang ulama dan dai terkemuka, Ismail Ibnu Musa Menk atau yang lebih dikenal dengan Mufti Menk untuk memasuki negara tersebut. Pemerintah setempat beralasan, Mufti Menk dilarang masuk ke Singapura karena dituding mengangkat perselisihan agama.
Mufti Menk dan Haslin bin Baharim, seorang ilmuwan Malaysia, dilarang memasuki Singapura untuk memberikan ceramah yang dijadwalkan pada akhir November.
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusannya untuk menolak aplikasi Menk karena “Segregasi dan perpecahan” yang telah dilakukannya. Sementara Baharim dituduh mempromosikan “ketidakharmonisan antara Muslim dan non-Muslim”.
Kementerian tersebut mengklaim bahwa Mufti Menk mengatakan umat Islam tidak diizinkan untuk menyapa orang-orang dari agama lain di festival keagamaan mereka.
Mereka juga menuduh Baharim mempunyai pandangan yang menonjolkan gesekan antara Muslim dan non-Muslim, yang menurut pandangan mereka telah “menyimpang”.
“Pandangan mereka tidak dapat diterima dalam konteks masyarakat multi-ras dan multi-agama di Singapura,” kata kementerian tersebut seperti dilansir Aljazeera, Selasa (31/10/2017).
“Mereka tidak akan diizinkan untuk menyampaikannya dengan berkhutbah, meskipun pada kapal pesiar yang beroperasi dari dan ke Singapura,” tambahnya.
Menurut Islamic Cruise, pihak yang menyelenggarakan pelayaran tersebut, Mufti Menk dijadwalkan untuk memberikan serangkaian ceramah selama lima hari pelayaran, termasuk satu yang berjudul “Navigating Towards Paradise”. Hasil dari acara tersebut akan disumbangkan kepada orang-orang yang kurang mampu di Banda Aceh.
Selama beberapa tahun terakhir, Singapura menghadapi kritikan yang terus meningkat karena telah memperketat pembatasan kebebasan politik seperti kebebasan berbicara.
Pada tahun lalu seorang blogger berusia 17 tahun dijatuhi hukuman enam minggu penjara setelah dia dianggap telah “melukai perasaan religius” Muslim dan Kristen. (MNM/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera