Ini Reaksi Dunia atas Rencana AS Pindahkan Kedutaannya di Wilayah Jajahan Zionis ke Yerusalem

Al-Quds (Yerusalem), Palestina

SALAM-ONLINE: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan penjajah Zionis, menyusul laporan bahwa AS akan mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem (Al-Quds) sebagai ibu kota wilayah jajahan “Israel”, sebuah langkah yang  dengan sendirinya diikuti pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem.

“Yerusalem adalah garis merah bagi umat Islam,” kata Erdogan. Seperti dilansir Aljazeera, Rabu (6/12)/2017). “Kami meminta AS sekali lagi: ‘Anda tidak dapat mengambil langkah ini!” tegasnya.

Menlu Jerman, Sigmar Gabriel, juga memperingatkan bahwa langkah AS itu “tidak menenangkan sebuah konflik, namun justru akan menyulut (konflik) lebih luas lagi”. “Tindakan semacam itu akan menyebabkani perkembangan yang sangat berbahaya,” ujarnya di Brussel.

Gabriel berharap hal ini tidak terjadi. “sangat menarik bagi semua orang bahwa ini tidak terjadi,” harapnya .

Diplomat senior Uni Eropa (UE), Federica Mogherini mengatakan, setiap tindakan yang akan merusak upaya perdamaian “harus benar-benar dihindari”.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah “secara konsisten memperingatkan terhadap tindakan sepihak yang berpotensi merusak solusi dua negara”, juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, mengungkapkannya kepada wartawan di New York.

Sementara pemimpin Timur Tengah telah memperingatkan Donald Trump untuk tidak memindahkan kedutaan AS di wilayah jajahan Zionis “Israel”. Mereka menegaskan bahwa tindakan semacam itu dapat memicu kekacauan di wilayah tersebut.

Pada Selasa (5/12/2017) Trump mengatakan kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas melalui sambungan telepon bahwa dia bermaksud memindahkan kedutaan AS di “Israel” dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Trump kemudian juga melakukan percakapan telepon dengan para pemimpin Yordania dan Mesir untuk memberi tahu mereka tentang rencana tersebut.

Tidak ada negara yang saat ini memiliki kedutaan besarnya di Yerusalem. Masyarakat internasional pun tidak mengakui yurisdiksi dan kepemilikan “Israel” atas kota tersebut.

Penjajah “Israel” mengklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya, menyusul pendudukan Yerusalem Timur dalam perang 1967 dengan Suriah, Mesir dan Yordania.

Warga Palestina sendiri sudah lama merencanakan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.

Baca Juga

Beginilah cara para pemimpin dari seluruh dunia bereaksi terhadap berita tentang rencana pindahnya kedutaan AS di wilayah jajahan “Israel” tersebut.

“Presiden Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut terkait proses perdamaian dan keamanan, keamanan dan stabilitas kawasan dan dunia,” Nabil Abu Rudeina, juru bicara presiden Palestina, mengatakan dalam sebuah pernyataan setelah Trump menelepon Abbas.

Mengomentari respons Abbas itu, Raja Yordania Abdullah II mengatakan kepada Trump bahwa keputusan semacam itu akan memiliki “dampak berbahaya pada stabilitas dan keamanan kawasan ini”, demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh Kerajaan Yordan.

Raja Abdullah II juga memperingatkan Presiden AS tentang risiko dari setiap keputusan yang bertentangan dengan penyelesaian akhir konflik Arab-“Israel” yang didasarkan pada pembentukan sebuah negara Palestina merdeka dengan ibukotanya Yerusalem Timur.

“Yerusalem adalah kunci untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia,” kata pernyataan tersebut. Dikatakan, langkah AS itu akan mengobarkan ketegangan baru di kawasan tersebut.

Raja Abdullah II juga menelpon Abbas dan mengatakan bahwa mereka harus bekerj sama untuk “menghadapi konsekuensi dari keputusan ini”.

Dalam sebuah pernyataan, Presiden rezim kudeta Mesir Abdel Fattah el-Sisi memperingatkan Trump untuk tidak “mengambil tindakan yang akan merusak peluang perdamaian di Timur Tengah”.

“Sisi menegaskan posisi Mesir untuk menjaga status hukum Yerusalem dalam kerangka referensi internasional dan resolusi PBB yang relevan,” kata pernyataan tersebut.

Setelah percakapan telepon terpisah dengan Trump, Raja Saudi, Salman, juga mengatakan hal senada kepada presiden AS. “Akan membahayakan perundingan damai dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut,” kata Raja Salman.

Mengutip Raja Salman, kantor berita Saudi, SPA, mengatakan bahwa kerajaan tersebut mendukung rakyat Palestina dan hak-hak historis mereka. “Langkah berbahaya semacam itu akan mengobarkan perasaan umat Islam di seluruh dunia.” (S)

Sumber: Aljzeerra

Baca Juga