JAKARTA (SALAM-ONLINE): Jika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru mengakui Ibu Kota Zionis “Israel” adalah Yerusalem, di Indonesia buku IPS untuk SD kelas VI sudah lama menyatakannya.
Hal ini baru terkuak, setelah dunia maya dihebohkan oleh unggahan seorang warganet tentang buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas 6 SD yang mencantumkan Yerusalem sebagai Ibu kota Zionis “Israel”.
Pada awalnya, kejadian itu hanya ditemukan di buku terbitan Yudhistira. Namun ternyata juga didapati di peneribit lain, yakni CV Bina Pustaka.
Temuan itu sontak mengundang berbagai reaksi warganet. Banyak yang mempertanyakan bahkan menyayangkan hal itu terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Apalagi kemudian diketahui dalam buku itu ibu kota Palestina malah dikosongkan alias tidak ada.
Buku yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibu kota Zionis “Israel” itu dinilai tidak sejalan dengan keputusan negara yang memutuskan keberpihakannya terhadap Palestina.
Apalagi secara politik, sejak awal kemerdekaannya, Indonesia tidak mengakui keberadaan Zionis dan mendukung kemerdekaan atas Palestina yang tentu saja Yerusalem/Baitul Maqdis sebagai Ibukotanya.
Bukan hanya warganet, reaksi pun datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Jawa Timur yang meminta buku tersebut agar ditarik dari peredaran.
“Untuk menghindarkan timbulnya permasalahan yang lebih dalam, kami mengharapkan buku itu segera ditarik dari peredaran dan diterbitkan buku baru yang benar,” demikian pernyataan yang dieluarkan PGRI tertanggal 13 Desember 2017.
Di hari yang sama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyayangkan hal itu bisa terjadi. KPAI bahkan menyatakan akan memanggil pihak penerbit.
Lebih dari itu, KPAI menyebut kasus ini sebagai sebuah lemahnya pengawasan terhadap buku-buku ajar, terutama buku SD. Oleh karenanya, KPAI mempertanyakan kinerja Kemendikbud, khususnya Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk).
“Terkait lolosnya buku ini dalan penilaian perbukuan di Puskurbuk. Jika dalam proses penilaian buku tersebut ada kelalaian Kemdikbud, maka tentu saja Kemendikbud menjadi pihak yang bertanggungjawab,” ungkap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengakui hal itu adalah kelalaian Puskurbuk, bahkan dia mengatakan kasus ini sebagai kekhilafan yang memalukan.
“Itu sebuah kekhilafan yang memalukan. Menurut Kapuskurbuk (kepala pusat kurikulum dan perbukuan) buku tersebut masuk BSE tahun 2008. Ada ketidakcermatan Tim Penilai Buku dalam menetapkan buku tersebut sebelum diunggah ke laman BSE Kemendikbud,” aku Muhadjir. (MNM/Salam-Online)