Ramai di Medsos, Bayi Suriah yang Kehilangan Mata Kirinya Jadi Simbol Perlawanan

Karim, bayi berusia 2 bulan yang kehilangan mata kirinya, jadi simbol perlawanan terhadap rezim Basyar Asad

SALAM-ONLINE: Seorang bayi bernama Karim, yang kehilangan mata kirinya, dan ibunya yang telah gugur, saat serangan dilancarkan oleh rezim Basyar Asad bulan lalu di wilayah Ghouta Timur, Suriah, telah menjadi simbol perlawanan.

Pengguna Twitter di Ghouta Timur mengekspresikan solidaritas untuk Karim yang berusia dua bulan itu, dengan memasang gambar sambil menutup mata kiri mereka dengan tangan.

Seorang aktivis anggota lembaga kemanusiaan Helm Putih (White Helmet), dan dua saudara perempuan Karim, bernama Nour dan Ela, membuat kampanye solidaritas melalui Twitter atas hilangnya mata Bayi Karim karena kebiadaban rezim Asad itu. Kampanyenya di Twitter pun menjadi vilar.

Pengguna media sosial asal Turki juga ikut menyatakan solidaritas untuk Karim dan Ghouta Timur dengan menggunakan hashtag seperti #SolidarityWithKarim dan #EasternGhouta.

Sebuah video liputan Kantor Berita Turki, Anadolu Agency, terkait kejadian yang menimpa keluarga Karim juga telah banyak dibagikan di Twitter.

Kepada Anadolu Agency, ayah Karim, Abu Muhammed mengatakan, “Hidup yang dikepung adalah mimpi buruk. Sangat sulit untuk menemukan pekerjaan yang layak dalam situasi seperti ini.”

Ayah yang telah kehilangan beberapa anggota keluarganya, termasuk istrinya itu, mengatakan bahwa anak-anaknya mengalami kelaparan selama 24 jam terakhir. Dan, satu-satunya yang bisa mereka makan adalah roti.

Baca Juga

Istri yang Syahid

Abu Muhammed telah kehilangan istrinya dalam serangan yang dilancarkan pasukan Basyar Asad di daerah tersebut. “Anak saya Karim baru berumur satu bulan saat istri saya (gugur) Syahid,” ungkapnya.

Bayi Karim tidak lagi mendapatkatkan kasih sayang dan perawatan dari seorang ibu. Karim saat ini dirawat oleh kaka kandungnya, yang juga masih berusia anak-anak.

Serangan rezim yang sedang berlangsung di Ghouta Timur, pinggiran kota Damaskus, mengubah kehidupan warga sipil di daerah tersebut menjadi mimpi buruk yang belum berakhir.

Tempat tinggal dan rumah-rumah yang ditinggali sekitar 400.000 warga sipil di Ghouta Timur, dikepung oleh pasukan rezim sejak Desember 2012.

Daerah yang terkepung itu sendiri berada dalam zona de-eskalasi (wilayah larangan perang) yang diterapkan di Suriah oleh Turki, Rusia dan Iran, dimana tindakan agresi secara ekplisit seharusnya tidak boleh di kawasan tersebut. (MNM/Salam-Online)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga